Skip to main content

Tanggal satu

Hari ini tanggal satu Ramadhan.
Mohon maaf lahir batin untuk semuanya. Jazaakillah khair mba Wahyu di kotak teriak yang sudah mengingatkan saya. Iya, salah belum memohon maaf disini.

Meski bukan sunnah, apalagi wajib, tapi mumpung ada kesempatan saya mohon maaf atas semua khilaf dan salah... Selamat menunaikan ibadah shaum di bulan ramadhan ini. Semoga dikuatkan untuk mengoptimalkannya dengan penambahan iman, ilmu dan amal, dan semoga diterima amal-amal kita.

***

Hari ini tanggal satu Ramadhan.
Ramadhan keempat di negeri Sakura. Ada lapar yang lebih melilit, sementara bayi mungil yang sedang agak demam itu masih terus ingin menyusu dari bundanya. Susu tambahan, makanan sudah diberikan sebagai pengganti, tapi barangkali memang tak ada yang bisa menggantikan asinya bunda. Apalagi saat kurang enak badan seperti itu.

Diam-diam, masih tetap bermimpi bahwa target-target bulan ini bisa sedikit lebih banyak dicapai dibanding waktu-waktu yang lalu.

Ramadhan ketiga, adalah ramadhan dengan perut buncit. Saat sujud dilakukan dengan susah payah. Apalagi sujud panjang kala itikaf.

Ramadhan kedua, adalah ramadhan pertama setelah menikah. Masih menggelar cinta jarak jauh dengan suami terkasih di negeri maghribi.

Ramadhan pertama, adalah saat pertama kedatangan. Mengais-ngais catatan baik, diantara sekian banyak kekhasan ramadhan yang sulit ditemukan. Ramadhan yang hanya di hati saja.

Tapi subhanallah, rasanya, makin lama, makin ada saja penemuan-penemuan baru, saudara/i baru, suasana-suasana baru, yang membuat kepingan-kepingan ramadhan menjadi semakin indah. Mudah-mudahan saja bisa semakin membuat diri meraih takwa. aamiin

Sama-sama berjuang saudaraku...meraih kemenangan, insyaAllah.
Uhm...minimal tak jadi orang yang merugi. Hiks...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar