Skip to main content

Kebakaran di rumah kita...*

Suatu hari anda berjalan pulang. Di perjalanan, anda melihat ada asap, keramaian, dan api yang membubung ke langit. Manusia berkerumun, panik. Anda terus berjalan sambil berpikir: sepertinya ada kebakaran. Mereka-reka di daerah mana, apa sebabnya, dsb. Tanpa sedikitpun berpikir bahwa kebakaran itu terjadi di rumah anda sendiri.

Semakin mendekat ke rumah, semakin jantung berdebar, karena sepertinya asap itu berasal dari rumah anda. Dan ternyata benar, rumah anda sedang terbakar. Seketika anda mencari istri/suami dan juga anak-anak. Oh, di garis kuning polisi, tampak mereka sedang menangis. Anda segera menghampiri mereka dan berpelukan. Tapi, dimana si Tengah?

Anda bertanya-tanya, mencari-cari. Lalu diantara percikan api, anda melihat si Tengah terkurung di dalam rumah. Menangis ketakutan, menjerit, meminta tolong.

Tanpa berpikir panjang, anda ingin berlari. Menerobos masuk ke dalam rumah, menyelamatkannya. Apa saja, termasuk nyawa, berani anda korbankan untuk keselamatannya. Agar ia terselamatkan dari api yang akan membakarnya.

Bagaimana dengan api yang bisa membakar lebih dahsyat dari itu?

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari api neraka..." (At Tahrim:6)

Penghayatan kita kepada ayat itu mestinya jauh lebih besar dari pada ilustrasi yang diberikan di atas. Pun upaya pengorbanan kita untuk menyelamatkan keluarga kita dari api yang amat dahsyat.

Bagaimana upaya kita menyelamatkan mereka?

(bersambung)

*Oleh-oleh Camp Otsuka 2006, Doshi no Mori Yamanashi-Japan 16-18 September 2006

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar