Skip to main content

Saat Terbaik

Berenang, memanah, dan berkuda adalah keterampilan yang saya ingin anak-anak menguasainya. Butuh effort lebih tuk mewujudkannya baik dari segi biaya, waktu dan tenaga. Dan satu lagi: membangunkan minat mereka untuk mempelajarinya.

Renang menjadi prioritas untuk dipelajari lebih awal. Kalau bisa sebelum mereka baligh. Sejak si sulung kelas 1 SD saya mulai melobinya untuk mulai belajar berenang. Tapi dia suka main air tapi tak suka memasukkan kepala ke dalam air. Biasanya saya melobi saat ada promo gratis uang masuk yang lumayan besarnya. Tapi belum berhasil terus.

Ternyata pas dia kelas 3 ini saat saya melobinya untuk kesekian kalinya ia setuju. Padahal sedang tidak ada promo. Setelah sekali percobaan dengan adiknya, dia juga mantap terus sementara adiknya mundur. Alhamdulillah...

Meskipun rasa berat dengan biayanya, tapi ini momen yang pas. Saya khawatir nanti keinginannya surut lagi. Rejeki juga pas ada. Tempat lesnya juga mengizinkan dia memakai tambahan selain seragam wajib untuk meminimalkan ekspose kulit. Jadi tak ada alasan. Bismillah...

Ternyata ini memang saat terbaik untuk dia belajar. Rumah kami di Hikarigaoka dekat dengan tempat belajar berenang dan tidak melewati jalan raya untuk mencapainya. Dia bisa pergi sendiri kesana. Hanya pertemuan pertama (trial) dan kedua saja dia saya antar dan sepasukan adik-adiknya.

Membayangkan setiap pekan harus pergi mengantar jemput dengan pasukan komplit dalam segala cuaca (hujan, panas, dingin, dll) cukup menggetarkan juga, hehehe... Alhamdulillah...

Senoga dimudahkanNya menguasai keterampilan ini...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah