Skip to main content

Halangan

Akhir-akhir ini saya seringkali merasa sangat rapuh. Banyak pekerjaan yang selesai seadanya, dan target-target pribadi banyak yang tak tercapai. Alasannya seringkali tercampur antara kelemahan gisik dengan kelemahan psikis. Nyatanya yang menjadi kambing hitam adalah bawaan hamil.

Tapi memang untuk mengatasi tekanan jiwa, saya harus berkompromi, bahwa ada beberapa hal yang berubah. Bahwa pada masa ini, tak semua keinginan bisa menjelma sempurna, dan tak semua harapan bisa menjadi kenyataan. Belajar realistis dan berkompromi dengan diri. Karena bila tidak, stress yang berkepanjangan bisa jadi meliliti dan membuat kita bertambah menderita.

Beberapa kawan-kawan saya senasib, memiliki tantangan yang tak kalah banyak. Misalnya tempat bekerja yang jauh di tengah morning-sick yang parah, bukan yang pertama sehingga harus mengurus kakak-kakak si calon bayi yang juga masih kecil-keci, dll. Uhm...memang saya tak sekuat mereka...begitulah sisi hati ini mencari alasan.

Dan saya tergugu, dalam dua hari berturut-turut, berhubungan dengan dua orang mba. Yang satu sedang sakit dan ada pembengkakan yang cukup menganggu dan sakit, sementara yang berjuang dengan suami yang sedang sakit parah. Meski kondisinya berbeda, tapi mereka punya kesamaan, sama-sama tak mudah menyerah. Tetap berusaha menjalankan segala amanah dengan sebaik-baiknya.

Dan doa yang diminta pun bukan hanya tentang kesembuhan, tapi doa agar di tengah ujian sakit itu, ia masih bisa menjalankan tugas rumah tangga dan dakwah.

Subhanallah...

Saya seringlupa dengan hal yang satu itu. Doa, agar kondisi yang buruk yang meliputi kita, entah finansial, kelemahan fisik, dll., tak membuat kita merusak kepercayaan banyak pihak. Kepercayaan bahwa kita bisa amanah dengan semua kewajiban yang melekat pada kita.

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...