Skip to main content

Istimewa


Desember baru saja akan memasuki pertengahan. Tapi sore ahad lalu, kami dikejutkan oleh teriakan anak-anak di luar rumah yang mengabarkan bahwa yuki alias salju turun. Walaupun butirannya sangat tipis dan tidak banyak.

Aku terkejut, karena ini sangat cepat. Tapi debar-debar seperti tahun-tahun sebelumnya, tak lagi ada. Ini salju ketigaku, dan aku tak segera menghambur keluar.

Ada masa, saat sesuatu yang pernah istimewa, kemudian menjadi biasa saja.

Nyatanya begitulah segala yang ada di dunia, sifatnya fana. Bagaimana kalau yang menjadi biasa itu adalah hal-hal yang penting? Semisal cinta antara sepasang suami istri, atau justru ibadah yang kita lakukan.

Tak bisa terbayangkan, kalau hati ini tak lagi memiliki getar-getar yang biasanya hadir kala memandang pasangan. Apalagi saat usia sudah beranjak senja, semakin sibuk dengan urusan anak-anak atau di luar rumah.

Mungkin kita akan sangat exciting dengan ibadah haji. Apalagi haji pertama. Tapi bagaimana dengan yang kedua atau ketiga? Ramadhan yang hadir setiap tahun? Atau sholat yang dilakukan lima kali/lebih dalam seharinya. Bagaimana kalau rasa istimewa itu hilang? Atau malah justru digantikan bosan?

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah