Di tengah-tengah kabar dari tanah air tentang aneka peristiwa yang dialami banyak anak. Bukan hanya kurang gizi, saat orang tua tak mampu memberikan makanan yang cukup, tapi juga penyiksaan, penganiayaan, bahkan pelecehan seksual. Hiks...pelampiasan himpitan kemiskinan? Pelampiasan iman yang semakin bocor sana sini (lebih parah dari menipis...)
Ya Rahman...pemilik segala kekuatan, penolong yang tiada duanya,
bantu kami...berikan kami keikhlasan dan kekuatan untuk menyayangi dan mendidik anak-anak yang Engkau amanahkan kepada kami...
sesungguhnya Engkaulah sebaik-baiknya penolong
***
Masih cerita dari buku. Di bab yang sama, setelah kita mencoba memaknai tujuan dan hakikat tarbiyah anak, maka sepatutnya kita mengawali langkah eksekusi kita, dengan menelisik lebih teliti. Pada apa?
Pada diri kita sendiri (orang tua/pendidik)
Saya jadi teringat bahwa seseorang tak kan bisa memberi bila dia tak bisa menerima. Maka untuk bisa memberi, menyuplai anak-anak, mencoba mengarahkan mereka, maka kita sendiri harus memiliki kemampuan untuk itu. Seumpama ingin membuat garis tentu kita memerlukan benda yang memiliki sifat seperti penggaris. Disini, kita perlu memiliki sifat penggaris.
Lalu bagaimana kalau kita tak seperti penggaris-padahal kita ingin sekali membuat garis???
Disinilah diperlukan sebuah proses yang disebut penulis buku ini proses SEARCHING (Search, Evaluate, Acknowledge, Reinforce, Change, and Hang on).
Bagaimana kita menelusuri kepribadian/prilaku kita. Melihat ke masa kecil dan remaja, bagaimana prilaku yang kita tangkap/terima dari orang tua kita. Mencari sumber gaya menjadi orang tua yang tersembunyi. Di buku tersedia contoh kuisioner sederhana untuk ini.
Setelah itu kita evaluasi, mana diantara aksi-prilaku kita yang positif, suportif dan berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan pendidikan. Evaluasi juga sifat mana yang justru negatif. (kuesioner tentang ini juga ada di buku).
Mengakui kekuatan dan kelemahan, setelah melihat hasil evaluasi, adalah langkah pertama dalam memperbaiki sikap. Lalu tanamkan keyakinan kepada Allah dan komitmen untuk membuat perubahan yang positive.
Aneka karakter yang positif harus dijaga, diperkuat dan dipraktekan pada anak-anak, sementara karakter negatif harus diubah menjadi lebih positif. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah dan butuh waktu. Tapi teruslah berusaha, jangan mudah menyerah.
Motivasi diri dengan banyak ayat dan hadits tentang keutamaan menjadi orang tua dengan anak shalih, anak shalih yang menjadi amal jariyah, keutamaan mendidik anak/mendidik anak perempuan, dll. (Misalnya QS Yasin:12)
Selain cara diatas, orang tua juga dapat mengkaji faktor-faktor apa yang menyebabkan prilaku negatif pada dirinya. Secara umum, beberapa faktor penyebab yang mungkin adalah:
- kurang pengalaman (sering terjadi untuk anak pertama)
- memakai metode warisan (padahal belum tentu sesuai untuk kondisi anaknya)
- mencontoh buta dari orang tua lain
- keinginan masa kecil yang belum terpenuhi
- tekanan sehari-hari (dari lingkungan) dan kurangnya kemampuan
*insya Allah, bersambung*
buat kaka, sabar ya, dikit2 nih ^_^
Ya Rahman...pemilik segala kekuatan, penolong yang tiada duanya,
bantu kami...berikan kami keikhlasan dan kekuatan untuk menyayangi dan mendidik anak-anak yang Engkau amanahkan kepada kami...
sesungguhnya Engkaulah sebaik-baiknya penolong
***
Masih cerita dari buku. Di bab yang sama, setelah kita mencoba memaknai tujuan dan hakikat tarbiyah anak, maka sepatutnya kita mengawali langkah eksekusi kita, dengan menelisik lebih teliti. Pada apa?
Pada diri kita sendiri (orang tua/pendidik)
Saya jadi teringat bahwa seseorang tak kan bisa memberi bila dia tak bisa menerima. Maka untuk bisa memberi, menyuplai anak-anak, mencoba mengarahkan mereka, maka kita sendiri harus memiliki kemampuan untuk itu. Seumpama ingin membuat garis tentu kita memerlukan benda yang memiliki sifat seperti penggaris. Disini, kita perlu memiliki sifat penggaris.
Lalu bagaimana kalau kita tak seperti penggaris-padahal kita ingin sekali membuat garis???
Disinilah diperlukan sebuah proses yang disebut penulis buku ini proses SEARCHING (Search, Evaluate, Acknowledge, Reinforce, Change, and Hang on).
Bagaimana kita menelusuri kepribadian/prilaku kita. Melihat ke masa kecil dan remaja, bagaimana prilaku yang kita tangkap/terima dari orang tua kita. Mencari sumber gaya menjadi orang tua yang tersembunyi. Di buku tersedia contoh kuisioner sederhana untuk ini.
Setelah itu kita evaluasi, mana diantara aksi-prilaku kita yang positif, suportif dan berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan pendidikan. Evaluasi juga sifat mana yang justru negatif. (kuesioner tentang ini juga ada di buku).
Mengakui kekuatan dan kelemahan, setelah melihat hasil evaluasi, adalah langkah pertama dalam memperbaiki sikap. Lalu tanamkan keyakinan kepada Allah dan komitmen untuk membuat perubahan yang positive.
Aneka karakter yang positif harus dijaga, diperkuat dan dipraktekan pada anak-anak, sementara karakter negatif harus diubah menjadi lebih positif. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah dan butuh waktu. Tapi teruslah berusaha, jangan mudah menyerah.
Motivasi diri dengan banyak ayat dan hadits tentang keutamaan menjadi orang tua dengan anak shalih, anak shalih yang menjadi amal jariyah, keutamaan mendidik anak/mendidik anak perempuan, dll. (Misalnya QS Yasin:12)
Selain cara diatas, orang tua juga dapat mengkaji faktor-faktor apa yang menyebabkan prilaku negatif pada dirinya. Secara umum, beberapa faktor penyebab yang mungkin adalah:
- kurang pengalaman (sering terjadi untuk anak pertama)
- memakai metode warisan (padahal belum tentu sesuai untuk kondisi anaknya)
- mencontoh buta dari orang tua lain
- keinginan masa kecil yang belum terpenuhi
- tekanan sehari-hari (dari lingkungan) dan kurangnya kemampuan
*insya Allah, bersambung*
buat kaka, sabar ya, dikit2 nih ^_^
Comments