Tepat dua pekan setelah dd (1th) dinyatakan cacar air, bubu (2th 7bln) juga mendapatkan pernyataan yang sama dari dokter yang sama. Cuman tempatnya sedikit beda, karena bunda sudah tahu kalau pasien cacar air itu masuknya lewat pintu belakang. Diperiksa di ruang periksa belakang juga hehe...
Kurang lebih bentolannya lebih banyak dan lebih parah dalam artian mereka menempati spot-spot yang tidak disentuh pada dd. Misalnya lidah, mata, dll. Kasian mukanya juga penuh sekali. Untungnya dia masih saja cantik :)
Bubu tentu saja lebih kreatif, bentolan-bentolan itu banyak yang layu sebelum berkembang dengan sentuhan tangannya. Hiks... Dokter juga meresepkan obat untuk gatal yang diminum selain salep putih. Mungkin sudah terduga kalau jauh lebih gatal dari waktu dd ya? Karena perbedaan usia? Entah, bunda belum mengecek lagi...
Waktu pertama minum obat bubu menolaknya. Ia hanya bersedia meminum obat sirup yang mirip obat batuknya. Tanpa disuruh ia bisa pegang dan meminum sendiri obat yang sudah ditakar bunda. Obat puyer dengan terpaksa diminumkan secara paksa. Obat salep dioleskan dengan cara negosiasi alias membujuknya. Pertama dia menolak. Bau, katanya. Kedua punggung boleh. Ketiga kali perut dan dada boleh.
Malam hari saat ia tertidur, diam-diam bunda mengolesi bagian muka dan kepala. Alhamdulillah hari ini muka pun mulai OK. Meski masih berkomentar, "Obat putih bau". Dia juga suka rela minum obat puyer.
Kalau satu pekan lalu bunda ikut terkarantina bersama dd, pekan ini bunda tetap pergi mengajar (bunda mengajar dua hari saja dalam satu pekan). Bubu dan dd tinggal di rumah bersama baba karena selama Ramadhan baba pergi lebih sore. Alhamdulillah jadi bisa cepat perjalanan pulang-pergi mengajar tanpa pasukan...
Cepat sembuh ya cinta...
Kurang lebih bentolannya lebih banyak dan lebih parah dalam artian mereka menempati spot-spot yang tidak disentuh pada dd. Misalnya lidah, mata, dll. Kasian mukanya juga penuh sekali. Untungnya dia masih saja cantik :)
Bubu tentu saja lebih kreatif, bentolan-bentolan itu banyak yang layu sebelum berkembang dengan sentuhan tangannya. Hiks... Dokter juga meresepkan obat untuk gatal yang diminum selain salep putih. Mungkin sudah terduga kalau jauh lebih gatal dari waktu dd ya? Karena perbedaan usia? Entah, bunda belum mengecek lagi...
Waktu pertama minum obat bubu menolaknya. Ia hanya bersedia meminum obat sirup yang mirip obat batuknya. Tanpa disuruh ia bisa pegang dan meminum sendiri obat yang sudah ditakar bunda. Obat puyer dengan terpaksa diminumkan secara paksa. Obat salep dioleskan dengan cara negosiasi alias membujuknya. Pertama dia menolak. Bau, katanya. Kedua punggung boleh. Ketiga kali perut dan dada boleh.
Malam hari saat ia tertidur, diam-diam bunda mengolesi bagian muka dan kepala. Alhamdulillah hari ini muka pun mulai OK. Meski masih berkomentar, "Obat putih bau". Dia juga suka rela minum obat puyer.
Kalau satu pekan lalu bunda ikut terkarantina bersama dd, pekan ini bunda tetap pergi mengajar (bunda mengajar dua hari saja dalam satu pekan). Bubu dan dd tinggal di rumah bersama baba karena selama Ramadhan baba pergi lebih sore. Alhamdulillah jadi bisa cepat perjalanan pulang-pergi mengajar tanpa pasukan...
Cepat sembuh ya cinta...
Comments