Skip to main content

Surga dan kita

Kemarin ada pengajian bersama Ust. Ahmad Satori Ismail bersama gabungan pengajian muslimah di wilayah Kanto. Meski saya harus mengajar dulu dan datang terlambat, sehingga hanya kebagian menyimak ustadz dalam sesi tanya jawab, saya masih beruntung. Karena setelah itu acara masih berlanjut dengan tadarusan, tanya jawab bersama Usth. Yetti Dalimi, dan tentu saja buka puasa bersama.

Hem...kalau sedang dalam suasana begitu rasanya seperti bukan di Jepang lagi. Hangatnya kebersamaan dalam Ramadhan begitu kuat...

Salah satu yang menggelitik adalah saat sesi tanya jawab ketika ditanyakan tentang laki-laki dan perempuan dan juga bersambung ke surga. Surga yang banyak digambarkan dengan bidadari (dengan gambaran yang sangat detil/QS 55), yang menarik buat laki-laki namun tidak terlalu buat perempuan.

Saya jadi teringat dengan bahasan ini yang sempat bergejolak di kepala saya beberapa waktu yang lalu.

Terkait surga. Kalau tidak tertarik nanti jadi tidak semangat dong ya? Engga juga sih. Mentok-mentoknya, gambaran dahsyat neraka sudah cukup membuat kita ketakutan. Hiks. Tapi idealnya semangat dan takut itu sebaiknya ada bersamaan untuk memompa semangat yang lebih tinggi. Membuat kita semangat beribadah dan menahan diri dari maksiat.

Saya jadi berpikir-pikir, apa sih iming-iming surga yang cocok dengan kondisi kita?

*bersambung*

Comments

Anonymous said…
Teh Ries, dulu juga Anya selalu bete kalau guru agama udah ngabahas tentang surga yang sangat male oriented itu.. Tapi sekarang Anya sih cuma mikir, untuk manusia, makhluk tanpa rasa cukup, ga akan pernah pernah ada iming-iming yang pas, kan? Jadi daripada pusing, gimana kalau kita jalanin hidup seperti nungguin door prize? Yang penting ngambil nomer dulu, nanti dapet hadiahnya apa, itu urusan belakangan..

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...