Skip to main content

Puzzle 42 (hehe...bingung judulnya apa)

Perempuan itu suka makan tapi tidak begitu suka memasak. Tepatnya tidak pandai. Dia sering tidak percaya diri bila menyuguhkan makanan untuk orang lain. Kalau ada tamu atau ada acara di rumah, paniknya bukan main.

Untungnya sahabat-sahabatnya sebagian besar mengerti, jadi keseringan tugas bawa kue saja bila ada acara, hehe...

Tapi lelaki itu selalu bilang masakannya enak. Enak biasa, atau memang enak yang terbukti dari berkali-kali tambah nasi (ini sih bukti lagi kelaparan aja...) atau permintaan untuk dimasakkan menu itu lagi. Namun seringkali perempuan itu berusaha memancing opini obyektif (ciee...) dengan harapan ada perbaikan di masa yang akan datang. Misalnya oh..bawang daun dan seledri ini harus dimasukkan saat kuah baso/sop masih panas.

Kalau ada acara, biasanya mereka saling membawa oleh-oleh alias ghanimah makanan. Sekedar untuk saling mencicipi. Bisa hanya sepotong kue, satu dua potong ayam goreng, dll. Seringnya sih sang suami yang membawa ghanimah dari tempatnya bekerja. Aneka makanan arab berkotak-kotak yang membuat mereka bisa menghemat daging selama beberapa hari. Selain itu hampir setiap bulan, ada cake strawberry dan coklat favorit keluarga yang dibawanya.

Suatu kali ada yang memasakkan makanan untuk mereka berdua. Enak sekali. Seperti biasa, perempuan itu merasa masakan yang dibuat orang lain jauh lebih enak dari masakannya sendiri. Dia sangat berterima kasih.

Namun, kali ini entah iseng entah apa, dia bertanya pada suaminya itu.

"Masakannya enak yang mana?"

Lelaki itu tidak menjawab. Cuman tertawa.

Penasaran, berkali-kali pertanyaan itu diajukan kembali. Tapi jawabannya tetap tidak keluar.

Siang, saat lelaki itu bekerja, seperti biasa perempuan itu meneleponnya. Setelah bertukar kabar ia bertanya lagi. Lelaki itu masih tidak menjawab.

Di kepalanya, perempuan itu mengharapkan jawaban obyektif. Minimal untuk mendeteksi selera sang suami. Namun di hatinya ada yang menyelusup... Rasa aneh yang tidak nyaman. Ada rasa lelaki itu tidak berani menjawab karena lebih enak masakan orang lain tapi takut menyakiti hatinya...duh duh...

Tiba-tiba saja dia berpikir..oo...hatinya perempuan sekali yaa. Agak susah menetralisirnya ternyata.

Untung saja itu tidak lama. Ada obat mujarab. Ditambah lagi di percakapan telepon pada sore hari saat ditanya ulang lelaki itu menyatakan "Masakan ade lebih enak...."

Hehe....entah betul, entah sekedar menyenangkan hati istri, namun ada perasaan nyaman yang menelusup hati perempuan itu...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar