Skip to main content

Akhiran

Pernah ikutan training pengurusan jenazah? Atau malah ikut terjun langsung mengurus jenazah

Mungkin banyak yang pernah, atau malah berkali-kali. Beberapa kesempatan datang pada saya, tapi hanya satu yang kemudian bisa dipenuhi. Meski baru berupa training, tapi berkali-kali membuat saya tersedak, dada sesak, dan ada rasa yang merinding.

Ya, kematian memang nasihat yang sangat baik untuk kita. Apalagi ketika jenazah, simbol kematian itu yang mengabarkannya.

Masih muda...kenapa juga harus diingat-ingat. Apalagi belajar mengurus jenazah. Ah, engga kok, malaikat sang pencabut nyawa itu tak mengenal batas usia. Di SMP, SMU, bahkan kuliah, selalu ada minus satu, kawan sekelas yang dipanggilNya terlebih dulu. Ah, sejak dulu, peringatan itu senantiasa ada disediakanNya...

Kembali ke masalah pengurusan. Pengurusan itu dimulai sejak menjelang sakaratul maut, saat kritis. Saat malaikat izrail datang menemui kita dalam dua pilihan bentuk. Seperti tamu yang membawa kabar gembira, menarik dengan lembut ruh dari tubuh, atau algojo dengan tampang kejam dan sadis yang menyeret nyawa keluar dari tubuh. Dipaksa...Tak terbayang sakitnya...

Hemm...ko jadi serem, ya. Teringat, bayangan orang yang melotot dengan mata terbelalak. Ada juga katanya yang sejak lama ia koma, tapi sanggup bangun dan berlari-lari ketakutan ketika waktunya tiba. Ada yang sampai keluar binatang-binatang aneh dari lubang-lubang.

Tapi sebagian ada yang menutup mata dengan damai. Minta maaf pada orang-orang tercinta, menutup mata, mulut, bersidekap, dan tentu tak lupa mengucapkan kalimat thayyibah:Laa ilaaha illaLLah.

Saya ingat nenek. Beliau tak sadarkan diri saat di rumahnya sedang ada pengajian rutin. Lalu dibawa ke rumah sakit. Dalam keadaan tak sadar, nyawanya diambil. Hanya sedikit gerak. Saya kanak-kanak hanya melihatnya sedang tidur dengan senyum manis. Dia terlihat sangat cantik. Ia paling cantik yang pernah saya lihat.

Kata orang-orang nenek sangat lembut. Rajin beribadah, taat sama suami, tak suka menggosip, dan tak pernah menyimpan dendam. Dalam interaksi yang terbatas, dan yang tersisa pada ingatan, ada dua kejadian yang saya ingat. Saat saya makan rujak, dan ia terus berdoa berulang-ulang, smoga saya sehat (apakah karena ia khawatir saya sakit perut?) dan kali lain adalah selalu mencium tangan kakek saat kakek pulang jumatan.

Seorang bapak yang tinggal disini memaksakan diri pulang ke kampung halaman saat orang tuanya sakit. Berharap bisa membantu saat-saat terakhir yang sangat penting itu.

Comments

Anonymous said…
hari itu,sekitar pukul 3 pagi, kami bertiga dibangunkan ayah ibu. Disuruh mandi air hangat. Kemudian siap-siap menuju terminal angkot."kita pergi ke kiangroke..."
"mak eteh ngantunken..." sahut ayah.
Kejadian waktu kelas 2 SD(apa kelas satu yak?) itu sedikit terbayang di benak ini.

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar