Skip to main content

Edisi tegang

Senang rasanya menulis disamping bubu yang tertidur lelap. Beberapa hari terakhir ini sulit sekali menemukan ketenangan itu. Yah, sesuatu yang pernah hilang akan sangat dicari, lalu disyukuri setelah kembali lagi.

Bunda juga ingin menulis pengalaman beberapa hari terakhir, untuk senantiasa disyukuri, karena bisa dilewati, dan diambil hikmahnya.

Selasa lalu, hujan turun rintik-rintik saat bunda menjemput bubu. Hari itu bubu dijemput bunda lebih telat karena bunda memerlukan perpanjangan waktu belajar di sekolah. Kamis ini tesis bunda harus sudah disetorkan.

Bunda tahu perpanjangan waktu itu, meski kurang dari dua jam, tak disukai bubu. Bila hari-hari biasa bubu tampak ceria saat dijemput bunda, maka perpanjangan waktu minimal akan menyisakan sebuah garis-garis air mata di pipi bubu. Seringnya tentu saja menangis. Kasihan sekali...

Betul saja, kali itu pun begitu. Bubu segera mimi lalu kami pulang. Tapi bubu menangis saat disimpan di keretanya. Menolak keras. Duh, padahal sedang hujan. Pagi itu bunda lupa menyisipkan jaket di tas bubu. Gendongan yang biasanya disimpan di bawah kereta pun kali ini luput. Akibatnya bubu hanya di selimuti alas yang ada di kereta, sambil digendong bunda. Bunda harus memegang payung, menggendong bubu, sekaligus mendorong kereta.

Di luar rumah dalam hujan dan gelap, bersama bayi mungil dalam gendongan adalah kombinasi yang tepat yang membuat mata bunda berkaca.

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah