Skip to main content

Dokter dan lahiran

Sejak berbulan-bulan yang lalu ada hal yang sangat mengganjal di kepala kami berdua. Masalah memilih dokter kandungan dan tempat untuk melahirkan.

Paling enak melahirkan itu adalah dengan di rumah sakit umum dimana kita bisa mengajukan keringanan biaya, atau kalaupun tak dapat biayanya bisa 'sedikit' lebih murah dibanding melahirkan di klinik bersalin swasta. Dan tentu saja dokter kandungannya perempuan. Mengacu pada fatwa di syariah online, keberatan suami, dll memang ternyata memilih dokter perempuan ini adalah hal yang harus benar-benar diperjuangkan.

Duh, alhamdulillah ya di Indonesia banyak bidan...

Namun, di daerah tempat tinggal saya, Miyamae-ku, Kawasaki-shi, menurut kabar (dari mba-mba yang berpengalaman) tak ada rumah sakit yang dokternya perempuan. Di rumah sakit Takatsu, misalnya, hanya menangani kandungan muda (3 bulan ke bawah). Di Musashi Kosugi, dokternya dah keluar dan buka klinik sendiri.

Akhirnya sejak awal periksa, saya memilih dokter kandungan di klinik swasta dekat rumah (alhamdulillah cuman 10-15 menit jalan) Dokter perempuan yang cantik, baik, dan pintar bahasa Inggris.

Saya merasa sangat nyaman periksa disana. Datang sesuai janji, dan kalau lancarm waktu di klinik hanya 30-40 menit saja. Pas kena morning sick juga bisa ucluk-ucluk datang (setelah nelp tentu) untuk minta diinfus. Suster-susternya juga baik-baik.

Namun makin besar, makin khawatir. Apalagi membaca di brosur, di pekan ke 32 kehamilan harus menyediakan uang 300 ribu yen jika ingin melahirkan disana. Planing keuangan, pengencangan ikat pinggang mulai dikerahkan.

Kekhawatiran sempat timbul karena ternyata ada beberapa yang meleset, sehingga nyaris tidak yakin tabungan akan cukup atau tidak pada hari H. Disini enaknya punya suami kali yaa...ada pikiran kedua yang menguatkan. Apalagi saat dia tahu seperti apa proses pemeriksaan, dimana dia bertekad untuk tetap ditangani dokter perempuan, dan bekerja lebih giat-mencari uang lebih untuk lahiran ini.

Tapi saya masih teringat satu jalan lain, yaitu mencari informasi ke lembaga terkait. Pertama ke kantor kecamatan (kuyakusho) dan ke rumah sakit yang bersangkutan. Namun kondisi kantor kecamatan yang nun jauh di atas bukit serta kehebohan tugas sekolah membuat saya amat malas untuk pergi kesana. Sampai ada panggilan untuk mengurusi asuransi dan juga KTP baru (karena perpanjangan visa), akhirnya bisa juga kesana.

Kesimpulannya, untuk melahirkan di rumah sakit memang tak bisa 'memilih' dokter karena disesuaikan dengan jam jaga. Dia merekomendasikan klinik. Harus dicek satu-satu, tapi kayaknya ga akan jauh berbeda. Uhm...jalan buntu...

Cara lain adalah mencari rumah sakit yang agak jauh, tapi ada dokter perempuannya.

Jalan lain meski tak banyak berharap adalah mendatangi rumah sakit terdekat, untuk menanyakan informasi langsung. Apalagi saya dulu pernah kesana, mencatat jadwal dokter perempuan, tapi belum pernah ketemu.

Ajaib, di tengah rasa pesimis dan sama sekali tak yakin, akhirnya kesana juga, kabur dari lab tentu. Sendirian, karena suami jumatan. Dan sebenarnya itu jadwal yang kurang saya sukai karena pas hari kerja dan pas suami jumatan. Alamat dia ga akan bisa menemani saya periksa sampai kapanpun. Paginya berdoa, dan sempat menelepon ke indonesia. Ga nyambung sih, tapi minimal minta didoain, hehe.

Pas di meja pendaftaran saya ditanya, kenapa kesini? Apa mau lahiran disini. Belum tahu, kata saya. Saya mau lahiran disini kalau ada dokter perempuan yang bisa menangani saya. Dia lalu mengecek ke bagian sanfujinka dan kemudian

Ternyata di hari Jumat itu, ada dua dokter perempuan, dan saya bisa ditangani mereka sampai hari melahirkan tiba. Dan kalau lahiran si dedek ini pas di youtebinya (hari perkiraan lahir) maka dia akan lahiran di hari jumat dan insya Allah ditangani mereka. Subhanallah...

Pas ketemu dokternya juga dia bilang ga usah khawatir. Kalau saya datang selanjutnya, di hari yang sama, meski bukan dia yang periksa, dokter satunya tetep perempuan. Jadi aman. Dia juga tanya kenapa pindah ke rumah sakit itu? Saya bilang soalnya kata dokter di klinik biaya persalinan di kliniknya agak lebih mahal dari pada rumah sakit. Maklum dokternya tahu kalau saya ini masih berstatus anak sekolah. Dokter ini ketawa.

Alhamdulillah, rasanya lega sekali. Allah Maha Pemurah.
Hari senin ini saya ke kuyakusho lagi, mengajukan keringanan biaya lahiran. Sempet bolak balik juga ke Meguro-kuyakusho (kantor kecamatan jaman masih di asrama komaba) karena data tahun lalu ada disana. Capek dengan bukit, tapi urusan selesai, alhamdulillah. Pengumumannya insya Allah sepekan lagi katanya. Semoga saja ada kabar baik lagi.

Dibalik semua ini, saya menjadi semakin yakin, Allah SWT yang memiliki kekuasaan untuk selalu menguatkan kita untuk memegang teguh perintah dan menjauhi laranganNya. Semoga kita semua selalu ditolongNya, dimudahkan dalam beriman dan berislam, diteguhkan dalam kondisi tersulit sekalipun

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R