Skip to main content

Puzzle 26 (Berkah menikah)

Setahun lebih dua bulan beberapa hari menikah, membuat perempuan itu berpikir-pikir tentang bagaimana ia dan lelaki itu sekarang. Konon katanya parameter keberkahan itu adanya beberapa peningkatan.

Apa ada yang meningkat?
Apa yang bisa terlihat meningkat dan tidak?


Apakah mereka semakin kaya?
Apakah mereka semakin pintar?
Apakah mereka semakin bijaksana?
Apakah mereka semakin produktif?
Apakah mereka semakin dekat kepadaNya?
Makin khusyu? Makin kencang dakwahnya? Makin bisa berkontribusi untuk sesamanya?

Uhm...perempuan itu menghitung-hitung...
terbayang tesisnya dan suaminya yang tak jua selesai,
konsentrasinya yang kerapkali buyar, membuat pekerjaan-pekerjaan diselesaikan dengan usaha minimal, ibadah yang masih begitu-begitu juga, kondisi keuangan yang masih belum bisa dibilang stabil dengan pengeluaran-pengeluaran yang makin bertambah-tambah, dan lain-lain, yang membuat dia mengkerut...

Dimanakah berkah???


Satu...dua...tiga...berhari-hari ia mencari, meski semuanya itu hanya berdengung di kepalanya. Kadang ada lintasan, tentang benar dan salahnya keputusan yang ia ambil itu. Kemudian, satu-satu, jawaban itu menyembul, tak terduga.

Perpindahan zona, antara hidup sendiri dan berdua, meniscayakan sebuah kekacauan, masa adaptasi. Ada masa-masa sulit yang harus dilewati. Tapi seperti sebuah soal yang harus dipecahkan, kenyataan adalah soal-soal dalam ujian kehidupan, yang harus diselesaikan, dikerjakan sampai waktunya habis. Dan nilai kita tidak terletak pada sulit mudahnya persoalan itu, tapi sebaik apa kita menyelesaikannya.

Kalau menikah serupa dengan naik kelas, berarti ada kenaikan bobot ilmu dan juga beban persoalan. Maka wajar, kalau hidup kemudian bukan berarti bertambah mudah. Tapi dibalik segala kesukaran itu, banyak sekali keajaiban-keajaiban.

Mata perempuan itu membasah, menghitung-hitung keajaiban-keajaiban yang ada, yang membuatnya sedikit lebih dewasa. Pengeluaran bertambah, tapi kemudian pintu rizkinya semakin terbuka. Beberapa keterbatasan saat melakukan sesuatu kini bisa terlampaui. Setidaknya ada dua pasang tangan yang kini bisa bekerja bersamaan. Kekacauan demi kekacauan, perlahan bisa diatasi meski belum sempurna. Dan lain-lain...yang tak bisa dituliskan disini.

Janji Allah pasti berlaku. Kalau pun belum menemukan, mungkin kita belum keras mencarinya...

Comments

Anonymous said…
asw, mbak rieska yang sabar...

sy belum tau rasanya menikah sih, tapi baca cerita mbak jadi ingat perkataan salah seorang ustadzah, kata beliau "pernikahan memang madrasah yang terbaik".

madrasah untuk menguji kesabaran, keikhlasan, dan ketahanan berjuang.

afwan. semoga ramadhan ini jadi ramadhan terbaik dari ramadhan2 yang pernah kita lalui.wasswrwb

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar