Skip to main content

Pertama ke dokter

Uhm...sebenarnya bukan asli yang pertama juga sih ya. Usia satu bulan dan tiga-empat bulan juga ada jadwal periksa dokter, plus imunisasi BCG. Tapi kali ini memang pertama ke dokter dalam rangka sakit. Sakit pertama dong ya?

Diare campur demam. Dimulai sejak kemarin pagi, BABnya (maaf) kurang bagus (cair). Tanaka sensei sudah bilang, siap-siap ditelpon kalau ada apa-apa. Lalu di buku catatan bubu tertulis sedikit minum, dan demam di sore hari, tapi masih range 37 sekian.

Tobari sensei (suster disana) menulis sebaiknya bunda menycoba memberi bubu electrolyte water alias ion sui. Oralit kali ya kalau di Ina. Bunda lalu mencarinya di toko obat. Oralitnya ternyata dalam botol seperti botol aqua yang sering bunda lihat di deretan makanan/munuman bayi/balita.

Bubu bisa minum oralit itu beberapa sendok saja. Gayanya menelan masih sangat lucu. Malamnya, ditidurkan seperti biasa. Tapi lepas tengah malam bubu sering terbangun dan menangis. Dipeluk, dipangku, masih juga menangis. Mimi pun tak mempan lagi. Sepertinya badannya tidak enak. Kasihan sekali.

Bunda dan baba menggendongnya bergantian, di tengah serangan kantuk yang amat hebat. Sampai pagi tidurnya hanya sebentar-sebentar. Agak panjang lepas subuh. Bunda sempat berpikir untuk libur. Tapi menjelang berangkat sekolah, dia bangun dengan ceria. Alhamdulillah...

Hari ini hari sibuk, sebenarnya. Karena bunda harus setoran draft ke sensei bunda. Tapi sensei bubu meminta bunda datang cepat. Bubu demam, sampai 39 derajat. Sebaiknya cek ke dokter. Secepatnya urusan bunda selesai (ugh...merapikan setoran selama kurang dari tiga jam), secepatnya bunda pergi menjemput bubu. Pulang ke rumah sebentar, lalu ke dokter.

Alhamdulillah, dok

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

About Me & Tokyo [5]

Mudah, memudahkan Suatu hari di tengah diskusi menjelang deadline tugas kelompok yang semakin dekat, saya dan dua orang kawan (yang satu orang Jepang, dan satunya orang Cina) mengobrol tentang suka duka menjadi pelajar asing. Kawan Cina saya itu datang ke Jepang tanpa beasiswa. Selama setahun dia belajar bahasa dan bekerja untuk sekolah, lalu sekarang pun setelah sekolah, master tingkat satu seperti saya, dia pun masih saja kerja part time. Pagi mulai pukul 6 sampai siang di hari sabtu, atau dua kali di malam hari saat hari sekolah. Banyak cerita orang yang kuliah sambil kerja yang saya dengar disini, itu pun termasuk mahasiswa indonesia. Tapi mahasiswi? Satu dua saja saya mendengarnya. Kuliah saja sudah cukup melelahkan. Dan refreshing saya di akhir pekan adalah menghadiri taman-taman syurga di dunia. Kawan saya yang orang jepang itu pun bercerita betapa takutnya dia pergi keluar negeri untuk sekolah. Banyak hal yang tak terjelaskan. Apalagi dia sendiri mendengar dari k