Apakah semua istri selalu mengaitkan hal-hal kecil dengan bukti rasa cinta/sayang suaminya?
Suatu hari, perempuan itu duduk di lantai, membungkusi satu-satu majalah-majalah pesanan langganannya. Sudah dua tahun lebih dia menjadi distributor majalah di negeri sakura ini. Lelaki itu lalu muncul di depannya, membungkuk, mengangsurkan potongan semangka.
Perempuan itu meraihnya, tapi tak jadi.
"Kegedean" ujarnya.
Lelaki itu memotong kembali semangka itu menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Bonusnya, potongan itu disuapkannya ke mulut perempuan itu. Dan ia memandang dengan haru.
***
Bukan sekali dua kali keharuan itu tercipta. Ada kalanya lelaki itu mengambil ikan goreng, membersihkan durinya, sebelum meletakkan daing ikan yang sudah bersih itu di piring istrinya. Kali lain adalah memijiti kaki/tangannya yang pegal. Ah, perempuan itu jadi ingat. Pijitan itu yang membuat hatinya ditumbuhi bibit-bibit cinta, dihari awal-awal menikah. Ketika ia kembung selepas sholat malam berjamaah, dan lelaki itu memijiti kakinya untuk refleksi.
Kali lain adalah dering telepon yang hanya sekedar menyatakan: kangen suara ade. hehe...
Apakah lelaki itu romantis?
Dia mengaku tak demikian. Apalagi sebelumnya hampir tak pernah bergaul dengan perempuan. Tapi lelaki itu senang belajar menjadi romantis untuk membahagiakan istrinya. Meski kadang mungkin bosan juga sering ditanya-tanya: kaka sayang ga sih sama ade? Hehe. Hampir tiap hari.
Perempuan itu pun seringkali berbisik memberitahukan kepadanya, apa-apa yang membuatnya senang. "Kaka, ade seneng kaka *begini begitu*, jadi merasa disayang..."
Sebenarnya yang kecil-kecil itu seperti bumbu yang mewarnai hari-hari.
Pada dasarnya menu utamanya bukan hanya itu. Misalnya, perempuan itu tahu bahwa cinta(dan tanggung jawab)lah yang membuat lelaki itu bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka. Ia merasa harus bertanggungjawab meski istrinya mendapatkan beasiswa yang lumayan besar dan lebih dari cukup untuk mereka sekeluarga. Cinta juga yang membuat lelaki itu berusaha mengabulkan beberapa keinginan istrinya, lebih memilih untuk banyak mengalah.
Tapi memang manusia ingin lebih, ingin banyak cemilan dan bumbu...jadi saja...^^
*ya rahman, smoga setiap istri bisa menjadi saksi bagi suaminya yang berusaha menyayangi istrinya sepenuh cinta dan hati. menjadi golongan sebaik-baik manusia yang paling baik pada keluarganya, aamiin*
Suatu hari, perempuan itu duduk di lantai, membungkusi satu-satu majalah-majalah pesanan langganannya. Sudah dua tahun lebih dia menjadi distributor majalah di negeri sakura ini. Lelaki itu lalu muncul di depannya, membungkuk, mengangsurkan potongan semangka.
Perempuan itu meraihnya, tapi tak jadi.
"Kegedean" ujarnya.
Lelaki itu memotong kembali semangka itu menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Bonusnya, potongan itu disuapkannya ke mulut perempuan itu. Dan ia memandang dengan haru.
***
Bukan sekali dua kali keharuan itu tercipta. Ada kalanya lelaki itu mengambil ikan goreng, membersihkan durinya, sebelum meletakkan daing ikan yang sudah bersih itu di piring istrinya. Kali lain adalah memijiti kaki/tangannya yang pegal. Ah, perempuan itu jadi ingat. Pijitan itu yang membuat hatinya ditumbuhi bibit-bibit cinta, dihari awal-awal menikah. Ketika ia kembung selepas sholat malam berjamaah, dan lelaki itu memijiti kakinya untuk refleksi.
Kali lain adalah dering telepon yang hanya sekedar menyatakan: kangen suara ade. hehe...
Apakah lelaki itu romantis?
Dia mengaku tak demikian. Apalagi sebelumnya hampir tak pernah bergaul dengan perempuan. Tapi lelaki itu senang belajar menjadi romantis untuk membahagiakan istrinya. Meski kadang mungkin bosan juga sering ditanya-tanya: kaka sayang ga sih sama ade? Hehe. Hampir tiap hari.
Perempuan itu pun seringkali berbisik memberitahukan kepadanya, apa-apa yang membuatnya senang. "Kaka, ade seneng kaka *begini begitu*, jadi merasa disayang..."
Sebenarnya yang kecil-kecil itu seperti bumbu yang mewarnai hari-hari.
Pada dasarnya menu utamanya bukan hanya itu. Misalnya, perempuan itu tahu bahwa cinta(dan tanggung jawab)lah yang membuat lelaki itu bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka. Ia merasa harus bertanggungjawab meski istrinya mendapatkan beasiswa yang lumayan besar dan lebih dari cukup untuk mereka sekeluarga. Cinta juga yang membuat lelaki itu berusaha mengabulkan beberapa keinginan istrinya, lebih memilih untuk banyak mengalah.
Tapi memang manusia ingin lebih, ingin banyak cemilan dan bumbu...jadi saja...^^
*ya rahman, smoga setiap istri bisa menjadi saksi bagi suaminya yang berusaha menyayangi istrinya sepenuh cinta dan hati. menjadi golongan sebaik-baik manusia yang paling baik pada keluarganya, aamiin*
Comments