Skip to main content

Hari ini bukan Sabtu

Hari ini bukan Sabtu.

Tapi saya dan bayi mungil dalam gendongan bergegas menuju masjid mungil di sudut kota Tokyo. Awalnya sempat ragu, karena pagi-pagi Amaturrahman terlihat agak pilek. Badan saya juga sedikit tak enak. Perut, terutama. Tapi setelah tidur sebentar pasca menggulung bentangan jarak dengan suami yang sedang berada di negeri maghribi sana, saya merasa lebih segar. Lalu meyakinkan diri untuk segera berangkat seusai menunaikan sholat dhuhur.

Hari ini bukan Sabtu.

Dan saya memang tidak ada jadwal mengajar masjid itu. Saya sedang ingin belajar, mendengarkan kalimat-kalimat bijak tentang dakwah. Ya, ada training dakwah disana, dalam dua bahasa: Jepang dan Arab. Pesertanya adalah muslim/ah tiga bangsa: Indonesia, Jepang, dan Pakistan.

Hari ini bukan Sabtu.

Tapi saya tetap terharu. Iya, seperti biasa, saat memandangi saudari-saudari itu. Perlahan-lahan, benih-benih itu sudah mulai tumbuh. Bertahun-tahun mereka belajar dan belajar, memahami dien yang baru mereka kenal, memahami keutamaan untuk menyebarkannya, berlatih beramal bersama, dan kemudian bersedia mengambil beban.

Kekhawatiran, ketidak-pedean, mampu terkalahkan oleh semangat menggelora untuk terus menyebarkan benih-benih kebaikan pada banyak hati. Menyampaikan sebaik-baik ucapan: menyeru umat pada Rabbnya siang dan malam.

Hari ini bukan Sabtu

Tapi disana kami duduk melingkar, menikmati hidangan yang menghangatkan hati dan perut. Saya masih berkali-kali tersipu karena kalah sigap dengan mereka yang mengambil posisi melayani saudari-saudarinya yang lain. Membagikan makanan, mengambilkan minum, dll. Iya, saya masih saja cacat berat dalam hal ini. Dan berkali-kali mereka ingatkan saya untuk bersikap lebih baik sebagai saudara dengan contoh nyata.

Hari ini bukan Sabtu

Terutama sabtu-sabtu kala saya berkata di majlis kecil kami, bahwa Islam itu adalah suatu yang sempurna sebagai dien. Setiap manusia sebagai individu ataupun bangsa, belajar mengadaptasikan dirinya dengan al islam ini. Ada kelebihan yang harus dipelihara dan disyukuri, dan ada kekurangan yang harus diperbaiki. Berusaha menjadi muslim sejati, kepadaNya berkhidmat sepenuh hati.

Kami sama-sama belajar saling meneladani, dan memperbaiki. Muslim sejak kecil ataupun dewasa, lahir di bumi sakura ataupun katulistiwa sama-sama, harus terus belajar mengislamkan diri dan sekitar.

Hari ini bukan hari Sabtu.

Dan saya bahagia. Membayangkan semburat cahaya yang akan makin berpijar di bumi ini. Membayangkan kami semua sedang bersama-sama berjalan, bekerja sama, di belakang parade para Rasul dan orang-orang shaleh pendahulu kami.

Iya...kalau tidak bersama-sama, dengan apalagi akan kita taklukan jebakan-jebakan syetan dalam aneka rupa itu? Bukankah kerja sama mereka teramat hebat untuk menggelincirkan manusia ke dalam api?

Tidak mudah, itu pasti. Banyak gesekan, itu niscaya. Beberapa kejadian yang menegangkan syaraf dan membetot-betot hati kerap terjadi. Asalkan sabar dan tidak menyerah, insya Allah bisa tetap bersama.

Bimbinglah langkah-langkah kecil kami menujuMu ya Rahman...
Beri kami keikhlasan, kekuatan dan kesabaran dalam berjuang, berdakwah, berukhuwah, beramal bersama...

Comments

Anonymous said…
What a great site » » »

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar