Skip to main content

Hari pertama

Ganteng bunda-yang besar, mendapat amanah dari KMII-Jepang untuk membimbing jemaah haji Indonesia dari Jepang ke tanah suci. Biasanya dua pekan cukup untuk pergi kesana. Namun karena tiket kepulangan cepat sudah penuh, total perjalanan pun menjadi 25 hari mulai tanggal 30 November-25 Desember 2008

Rasanya bercampur-campur. Betapa tidak, inginnya bisa pergi bersama-sama. Dia yang ke-5 kali, dan saya yang pertama kali. Rinduuuu rasanya ingin pergi. Namun kondisi memang masih belum memungkinkan. Dd Azka belum genap 2th (=masih ASI) dan juga kondisi finansial. Yah, bersabar...dan berharap mendapatkan undanganNya di tahun depan. Mudah-mudahan bisa berusaha keras memampukan diri dan berangkat juga bersama bapak dan ibu dari Makassar. (Mamah dan Papap di Bandung alhamdulillah sudah menunaikannya).

Ganbatte, ka...

Sebenarnya tak terbayang berpisah dengan lelaki itu lama-lama. Karena begitu ringan tangannya dia, saya merasa sangat tergantung padanya. Apalagi di hari-hari saya mengajar. Persiapan pagi hari yang cukup luar biasa untuk kami, menyiapkan anak-anak, bento, dll. Atau saat saya harus bertugas di depan komputer, baik rapat, mengajar, dll. Anak-anak harus dialihkan perhatiannya.

Hari pertama, alhamdulillah bisa dilewati dengan baik. Hari saya mengajar Senin digantikan seorang rekan yang menawarkan diri karena Selasa ini pulang kampung. Jadinya bisa sedikit beradaptasi.

Anak-anak cukup kooperatif. Bubu seperti biasa membantu pekerjaan bunda seperti mengambilkan hanger saat bunda akan menjemur pakaian, mengajak main dd, dll. Tentu saja dia juga mau ikut mengaduk atau menggiling kue saat bunda mencoba membuat cemilan pisang molen di dapur, dan dd ikut-ikut ingin bermain tepung. Huwaa...

Agenda majalah juga bisa diselesaikan. Mencicil sejak semalam, paginya sudah bisa dikirim. Alhamdulillah... Tentu saja dengan diwarnai polah bubu yang ingin ikut menulisi amplop (stiker sedang kosong), dan memasang selotip di amplop. Dd tentu saja tergoda juga. Hehe...

Alhamdulillah, alhamdulillah...

Ohya perlu dicaatat, bubu menangis agak lama di bandara saat melepas babanya pergi. Alhamdulillah ada teteh yang baik hati yang mengajaknya jalan-jalan hingga ia mereda. Pulang dari bandara bubu muntah di mobil bapak yang baik hati. Lalu kami mampir di rumah teteh supaya bubu bisa ganti baju dan istirahat sebentar karena terlihat lelah dan mengantuk. Alhamdulillah, begitu berbaring langsung segar dan cerewet lagi. Di sana sempat menikmati makan siang nasi goreng dan sop yang sangat enak dan mandi pula...

Lagi-lagi, alhamdulillah... Di saat-saat sulit, bukankah Ia selalu menyediakan hiburan, jalan keluar, dan "malaikat-malaikat" penolong?

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar