Skip to main content

Membangun keluarga... [bag terakhir]

7. Mendidik anak

Dikaruniai oleh Allah sebelas anak (si bungsu meninggal waktu kecil) beliau menceritakan apa yang dibangun saat mereka masih belia.

a. Mengenalkan anak kepada al Quran

Cita-citanya adalah mendidik anak sendiri, terutama al Quran. Melek huruf ditangan ibu. [di kesempatan yang lain saya mendengar bahwa mengenalkan ke-sebelas putra-putrinya dengan al quran adalah dengan membuat mereka sefamiliar mungkin dengan al quran sejak kecil. seperti kita familiar sekali dengan lagu kanak-kanak]

anak-anak mulai masuk kapalan quran usia 4 tahun

b. Mengenalkan anak kepada Allah

Di awal misalnya tauhid yang dibangun adalah Allah sebagai pencipta. Membedakan antara mencipta dengan membuat, agar setiap kali mendengar kata "mencipta" yang teringat adalah Allah

c. Mengenalkan anak sirah nabi

Membacakan anak-anak perjalanan nabi. Hampir tiap malam berkisah sebelum tidur. Sudah besar, malah anak-anaknya yang mengajarkan/bercerita kepada ibunya.

Suaminya sering sekali pergi lama untuk tugas-tugas dakwah. Kadang sampai sebulan tidak pulang.

d. Mengajak anak-anak tetangga belajar bersama anak-anak kita bisa menambah semangat anak-anak belajar

8. Pesan terakhir

a. membangun kekuatan hubungan dengn Allah

b. memperbarui perjanjian/baiat dengan Allah, bisa setiap hari, setiap pekan, setiap bulan, sebisanya. ini juga untuk memilimalkan godaan dunia

c. menghargai waktu, setiap detik akan dipertanggung jawabkan sehingga selalu berupaya mengisi dengan hal-hal yang bermanfaat.

sumber: wawancara majalah tasqif

----

Selesai juga, alhamdulillah. Meski sifatnya wawancara yang tentunya kurang terstruktur dan tidak menyertakan landasan/literatur, tapi saya terinspirasi dan menangkap kesan yang kuat di spirit yang ada di langkah-langkah praktisnya. Mudah-mudahan bermanfaat.

Mohon maaf juga kalau banyak hal terdistorsi dari kelemahan dalam merangkum.Dari 10 halaman majalah huwaa...

Comments

Irmayanti Nugraha said…
Ternyata kekurangan saya masih banayak sekali.
TFS.
rieska oktavia said…
saya apalagi mba Ir...
sama-sama. karena ngerangkum jadi rada apal isinya nih, hehe...alhamdulillah

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...