Skip to main content

About Me & Tokyo [4]

LEBARAN

Buatku, lebaran memang tak seberkesan Ramadhan. Entah sejak kapan mulainya, kesedihan ditinggalkan Ramadhan lebih kuat di hati, daripada gembiranya hari Raya. Masa anak-anak saja yang rasanya lebih berkesan. Terutama karena pada hari raya itu bisa mendapat baju baru (rasa-rasanya hanya saat lebaran saja kami membeli baju :D) dan kaya mendadak karena mendapat angpau dari orang-orang dewasa. Ups...jangan-jangan karena ga dapat angpau lagi, lebarannya kurang berkesan, hihi...

Yang membuat hari ini tetap istimewa adalah silaturahim yang kemudian terjalin. Di Ina dulu aku jadi suka main-main ke rumah kawan-kawan. Hampir semua kawan dekatku dikunjungi. Pun beberapa saudara jauh yang memang hanya bisa ketemu setahun sekali. Senangnya bertemu mereka, bermain-main, bertukar kabar, dsb.

Sampai Ahad yang lalu, baru kurasakan dua lebaran di kota ini. Dua dari tiga lebaran, yang mungkin kurasakan pada rentang waktu sekolah kali ini.

Lebaran tahun lalu, 1424 H, jatuh pada hari sekolah. Aku sholat sunat di SRIT/Balai Indonesia, bersama kaum muslimin Indonesia di Tokyo dan sekitarnya. Hujan turun sejak pagi sekali, sehingga kami sholat dalam ruangan. Sholat dibuat dua gelombang karena tempatnya tak cukup. Tak sempat bersalaman dengan banyak orang, aku langsung melesat pergi ke sekolah, mengejar kuliah pagi yang memang sudah terlambat. Sorenya pulang kerumah dalam kondisi demam.

Lebaran tahun ini agak berbeda. Sejak lama, ada ide yang berkembang untuk membuat hari raya lebih berkesan untuk anak-anak. Betapa tidak, disini hari raya tak begitu dirasakan rayanya oleh anak-anak. Apalagi melihat kemeriahan hari raya yang lain. Namun apadaya, makin dekat hari, makin terasakan dan terpikirkan bahwa prioritas amal di bulan Ramadhan ini adalah memperbanyak taqarrub kepadaNya.

Waktu untuk itupun terbatas, karena kebanyakan dari kami adalah anak sekolah. Tugas-tugas sekolah yang tak pernah habis, bersaing ketat dengan jam-jam tilawah, qiyam, dsb. Belum agenda-agenda lain semisal pengajian, siaran, dsb. Apalagi di sepuluh malam terakhir, nyaris babak belur...Subhanallah...hanya pertolongan Allah saja yang membuat kami bisa melewati itu semua. Cuaca yang dingin, istirahat yang tak cukup, pernah kehujanan, tak sampai membuat sakit. BagiMu segala puji, bagiMu segala muara kebaikan...

Alhamdulillah lagi, keinginan untuk mengadakan acara itu begitu membetot-betot beberapa orang diantara kami. Mereka ini yang terus bertanya-tanya. Aku saja masih nge-hang dan tak sanggup berpikir. Hanya menyanggupi untuk membantu, tapi pikiran ini begitu buntu. Ada yang menyanggupi untuk menyiapkan hadiah, lalu dengan nekad dibuat proposal. Alhamdulillah...tinggal cerita. Akhirnya diputuskan untuk membacakan cerita dengan memakai cerita yang ada. Tentang Putri yang susah makan, yang sama sekali tak nyambung dengan hari raya.

Latihannya kapan? Dijadwalkan Sabtu pagi, tapi ternyata waktunya sempit sekali karena beberapa orang ada agenda rutin sabtu siang itu, termasuk aku. Akhirnya sabtu malam. Yah...takbiran tak bisa disempurnakan, hanya sebentar saja, langsung latihan via Yahoo Chat. Semoga ini prioritas yang benar. Benar-benar tak ada waktu.

Pembaca cerita ini empat orang, dan aku satu-satunya yang baru memegang naskah di malam itu, karena yang lain pernah membacakan cerita itu pada acara yang lain. Aku menggantikan posisi seeorang bapak yang berhalangan kali ini. Naskah dibuka menjelang latihan, karena sepulangku dari acara rutin sabtu itu, bada isya, ada kawan asrama dari china yang berkunjung ke kamar dan kami berbincang agak lama. Duh semoga aja bisa cepet nyambung...

Latihan dimulai pukul 9an, setelah acara masing-masing usai. Ajaibnya, di tengah latihan ini banyak ide keluar. Kepalaku tuing-tuing banyak lampu. Yang asalnya ingin baca cerita saja, jadi banyak improvisasi untuk membuatnya semi drama. Perlu boneka perempuan, perlu sound effect, perlu musik, perlu penyanyi serius. Huwaa...nyaris tengah malam siapa yang bisa diketok???

Alhamdulillah, ketiga saudariku ini cekatan berbagi tugas. Ada kirimanNya, seseorang yang hampir selalu tersedia di ujung dunia maya, sigap mencarikan suara latar untuk esok harinya. Setidaknya tambahan orang, membuat tugas menjadi ringan.

Sebenarnya di kepala ini masih banyak ide, tapi kita harus melihat kemampuan diri. Makin malam makin banyak ide, makin puyeng. Hihi...

Ajaib satunya lagi, di tengah latihan ini aku pun masih sempat menggulung bentangan jarak dengan yang terkasih. Hehe...2 jam pula. Dia terheran-heran melihatku di webcam yang terlihat bicara memakai mic, padahal kami hanya bicara via tulisan. Hihi...mungkin dia juga tertawa melihat ekspresiku saat membaca naskah. Semoga saja, kemampuan mulititaskingku semakin terasah, sehingga membuat ia tak merasakan terlalu banyak perhatian yang hilang.

Tengah malam berlalu, baru bisa diusaikan semuanya. Merasa tak kan bisa bangun lebih cepat, Qiyam kali ini harus dimajukan. Duh syukur kepadaMu, yang mengkaruniakan aku banyak saudara-saudara seiman, yang bersemangat melakukan kebaikan. Berusaha menyuburkan hati sendiri, dan hati-hati sekitarnya...Pengantar takbiran di Radio Tarbiyah membuatku tidur nyenyak malam itu.

Esok paginya, cuaca dingin sekali. Aku agak khawatir hujan turun. Tapi subhanallah...hanya sedikit titik-titik. Sholat Id bisa dilaksanakan dengan baik, cukup satu kloter saja. aku tak tahu jumlah pastinya, mungkin sekitar 3000 lebih yaa...Di lapangan saja, ada sekitar 1500an orang

Setelah itu bersalam-salaman, dan berfoto-foto. Hehe... Lebarannya berasa. Hanya sebentar saja, rasa sedih tak bersama orang-orang terkasih menyelusup di hati. Wajah-wajah cerah yang menghibur.

Persiapan segera dimulai. Tadinya mau latihan serius, terkait posisi dan sebagainya. Tapi tak bisa juga. Kami banyak mengurusi teknis. Bayangkan saja, saat itu mencari-cari jilbab dan baju untuk putri kecil (boneka), lalu baru terpikirkan untuk membuat awan. Untung ada kertas tisu nganggur. Sungguh, aku geli sekali mengingat itu semua. Amat tidak profesional :D

Akhirnya acara pun dimulai. Masya Allah, tak dinyana, jadi MC dadakan pula. Kupikir hanya pengantar dan selingan cerita, ternyata malah dimulai dari awal acara hingga selesai. Alhamdulillah ada ukhti berbakat yang menemani, hingga banyak menghilangkan grogi, dan mengalirkan kata-kata.

Ukhti ini hebat, aku memintanya menjadi Baginda Raja dan Raja Suica beberapa menit sebelum acara dimulai. Aku tak merasa cukup pede untuk mengeluarkan vokal laki-laki dewasa. Naskah kuberikan saat itu. Waktu kami di panggung, di tengah cerita, aku sempat pula menawarkannya peran burung bangau. Alhamdulillah...dia bisa melakukannya dengan sangat baik.

Alhamdulillah dengan pertolonganNYa, pembacaan cerita relatif lancar, boleh dibilang sukses ngga ya? Hehe... Adik-adik yang agak besar tampak anteng menonton, dan mereka bisa menjawab pertanyaan selingan dengan baik. Hanya satu pertanyaan saja yang tak bisa dijawab. Adik-adik yang kecil, sekali-sekali saja perhatiannya fokus ke panggung. Ada juga yang penasaran, naik ke panggung dan bermaksud mengambil boneka (jelmaan putri biru).

Kesalahan kakak-kakak pembaca cerita juga nyaris nggak ada, selain suara fals saat menyanyi :D (hehe...suara saya pula yang kacau)

Setelah pentas kakak, adik-adik yang mentas. Mereka boleh pentas apa saja, setelah itu mereka akan mendapatkan bingkisan. Mereka naik ke panggung dengan bersemangat. Ada yang bernasyid, membaca hapalan doa, hapalan surat pendek, dan membaca Al Quran dengan lancar. Kami menahan haru mendengarkan untaian kata yang keluar dari mulut mungil itu. Subhanallah...rasa itu masih membekas hingga saat ini.

Setelah pentas, acara pun diakhiri dengan bagi-bagi hadiah lagi untuk anak-anak, dan ditutup. Selesai acara kami sholat dhuhur berjamaah, lalu bersih-bersih, sebelum kemudian menuju kediaman bapak Dubes.

Ohya, meskipun sempat ada selentingan acaranya bakal disiarkan, aku agak kaget juga waktu mba aan ngasi tahu mereka sekeluarga mendengarkan dari RT. Alhamdulillah...smoga ga malu-maluin...

---
Mengenang yang ikut bersama-sama dalam proses, uni ulya, mba rida, nina, putri, k aji, mera, ryka, k ismet, mba rina, mba indit, ...
Kompor2: mba gita, mba maryam, mba hermin, k donny, dan tentu saja mba nesia, ...
Dan tentu saja, pendukung setia: rekan-rekn FLP-ers, mbak-mbak Fahima-ers, RT-ers, para orangtua, dan smuanya...
Jazaakumullah khairan katsiraa
maaf bila ada yang terlewat...

Semoga Allah mengampuni kita semua, dan menerima amal-amal kita...

aamiin...

Comments

rieska oktavia said…
# kesini aja dek...^_^

# :) belum bisa masang foto atau gambar, asli gaptek dan malas

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R