Skip to main content

MenikahiMujahid

Judulnya agak serem ga yaa? Gak biasa-biasanya sih... Tapi kali ini aku ingin menuliskan tentang itu disini. Spesial buat adik-adik kelas, yang pada masa ini sedang menapaki fase baru. Setelah bertahun-tahun dibina serta membina diri dan sekitarnya di bangku sekolah, mereka akan melewati fase baru. Berbaur dengan masyarakat, dan juga menikah.

Ya, fase baru itu akan dihadapi oleh adik-adik yang aku selalu merasa ingin melindungi mereka, menjagai mereka meski kedua kaki ini masih teramat lemah bahkan untuk berpijak sendiri...

Maafkan...bila hanya sepotong nasihat ini saja yang bisa ditulis. Inipun bukan karena sudah sempurna diri, tapi karena nasihat ini pun harus selalu dikatakan pada jiwa...

---
Setahun disini, satu persatu, pernikahan demi pernikahan tak kusaksikan. Rekan-rekan beragam usia, dari kakak kelas, rekan sebaya, sampai adik kelas. Disini aku hanya bisa merenung, mengheningkan cipta, kala saat-saat istimewa itu terjadi. Berharap taufik, hidayah dan berkah dariNya akan menaungi pasangan-pasangan baru itu.

Pernikahan untuk muslimah serupa anugrah sekaligus ujian besar baginya. Saat ia memilih seorang qowwam sekaligus wali, pengganti ayahnya. Betapa berat baginya memberikan ketaatan untuk seseorang yang asing bagi dirinya. Menjadi episode baru yang mestinya mengkokohkan dien yang baru disempurnakan separuh.

Untuk seorang mujahidah dakwah, maka fase itu adalah saat bertemunya dua buah kekuatan untuk bersatu, berpadu, menjadi kekuatan baru bagi dakwah ini, bagi umat. Tapi realitas, seringkali tak seindah bayangan. Beberapa orang memiliki kemunduran demi kemunduran. Baik itu secara ibadah khusus kepada Allah maupun amal-amal dakwah/sosial. Ini terjadi kepada mereka yang menikah sesama aktivis ataupun bukan.

Pada masalah jodoh ini berpadu keinginan pribadi, ketetapan Allah, dan juga dorongan sosial. Sehingga pilihan-pilihan ini perlu dengan amat teliti dicermati. Istikharah dan istisyarah menjadi sebuah jalan wajib saat melewatinya.

Tapi sungguh, impian menjadi mujahidah tangguh dan menikahi mujahid tangguh adalah sebuah impian yang tak boleh hilang, dengan siapapun kita akan ataupun telah menikah.

Karena dengan tetap memegang teguh mimpi itu, kita akan senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menempa diri sepanjang hayat kita, dan memilihkan yang terbaik bagi hidup kita. Melahirkan sebuah tanggung jawab untuk merasa bersalah apabila ternyata daya juang pasangan kita untuk memperjuangakan dien ini masih belum kokoh. Tanggung jawab untuk mendidik memang hanya dibebankan Allah kepada suami. Tapi suami kita adalah saudara kita seiman yang menjadi bagian dari obyek dakwah kita, yang memiliki hak untuk mendapatkan dakwah dan segala turunannya dari kita.

Jika kita hanya berharap untuk senantiasa menerima, tanpa usaha untuk memberi lebih banyak, niscaya kita akan merasa lelah. Sangat lelah...

Maka akidah pasangan kita, akhlaknya, ibadahnya, ilmunya, amal-amalnya, dsb harus senantiasa menjadi perhatian kita. Bukan dengan menuntutnya untuk selalu sempurna, tapi untuk belajar bersama-sama senantiasa berkhidmat kepadaNya sampai pada suatu titik dimana pengorbanan diri, jiwa, raga dan harta di jalanNya menjadi sebuah karakter bagi jiwa kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayahNya bagi kita semua...
Saling mendoakan, always...

Comments

Anonymous said…
blog teh rieska bagus-bagus.. kalau melihat dari tulisan2nya, saya jadi pengen belajar tentang banyakhal dari teteh.. perkenalkan nama saya bayusyerli(IDYM).
Anonymous said…
Rieska, met lebaran juga ya. Mohon maaf lahir dan batin.

Tulisannya bagus tuh, Neng. Keep always the spirit.
rieska oktavia said…
buat bayuserli,
alhamdulillah...
adik lebih muda kah? kayaknya kok agak familiar sama namanya yaa...
kalau belum kenal, salam kenal lagi...
saya rieska, YMID: rieskaa

buat anonymous,
makasih juga...jadi agak penasaran. siapa yaa?
kayaknya kok kenal saya...
[terbukti dengan 'met lebaran lagi...',
dan manggil neng pula...^_^]
rieska oktavia said…
**ralat, maksudnya 'met lebaran juga ya...'
eka said…
Iya betul Ries, Suami dan anak-anak adalah bbrp diantara amanah Allah yang harus dijaga, sesuai peran atau lakon yg kita jalani di dunia sebagai istri. Awalnya tentu kita berniat mendapatkan sang mujahid dgn berhati2 memilih dan selanjutnya berdoa agar rumah tangga diberkahi. Namun tugas seorang ibu dan istri sbg tiang agama, adalah mengarahkan anak2 dan suami agar selalu di jalan yg benar, tentunya dgn selalu belajar lebih banyak dan jgn lupa berdoa minta petunjukNya. Karena mengarahkan dan mendidik itu sendiri perlu ilmu tersendiri.
rieska oktavia said…
This comment has been removed by a blog administrator.
rieska oktavia said…
# Bagaimana menemukan mujahid itu?
Adakah yang tahu? Saya masih mencari-cari formula
yang tepat, namun baru menemukan tiga hal:
1. berdoa, meminta kepadaNya
2. memperbaiki diri, bertransformasi menjadi mujahidah
3. membuka peluang-peluang untuk berolehnya

# Betul mba eka, jazaakillah khair atas nasihatnya ^_^
masalah didik mendidik harus banyak belajar dan
berlatih nih...
Anonymous said…
hmm..sebenernya sy dah pernah baca artikel ini dulu...tapi pas dibaca lg sekarang, kyknya terasa beda..:) doakan ya teh biar bisa menikahi mujahid jg..

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar