Skip to main content

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini.

Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks...

Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya.

Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicara lebih dulu. Aku tak tahu bagaimana caranya. Acara demi acara berlalu, dan aku sama sekali belum menyapanya.

Alhamdulillah, saat pulang, pengumuman tentang haji bagi kaum muslimin di jepang menahanku berdiri membaca beberapa saat. Saat aku selesai, aku melihatnya keluar dari pintu. Aku menunggunya. Karena stasiun terdekat hanya satu, aku yakin kami bisa berjalan bersama ke arah stasiun. Kala hanya berdua begitu aku lebih berani meski aku masih tak tahu, bagaimana aku akan 'berbicara' dengannya.

Tapi dia yang menyapaku lebih dulu,
[Samuii naa...] Dia menyilangkan tangan di dada dengan tangan meringis.
Aku mengangguk. "Sugoku samui nee" (Bener-bener dingin banget deh yaa)

Lalu kami pun 'mengobrol'. Ternyata tak terlalu susah. Dia bisa membaca bibir dan mengucapkan kata-kata meski tanpa suara. Selain berusaha membuka mulut lebih kuat dari biasa, tanganku pun bergerak kesana kemari saat mengobrol dengannya. Jalanan saat itu cukup gelap untuk bisa menulis/membaca di kertas.

Di stasiun dan kereta (alhamdulillah arah kami sama) barulah ia mengeluarkan kertas dan pulpen. Aku memintanya untuk menulis dengan hiragana saja karena masih belum bisa membaca kanji dengan baik, apalagi cepat.

Hanya satu stasiun kami bersama, bertukar kabar tentang keluarga, dsb. Dia pamit, meninggalkan aku dalam hening pada keramaian kereta.
---

Hari itu, kami baru saja belajar tentang manusia dan hakikat ibadah. Salah satunya tentang ruh dan jasad pada manusia, yang membentuknya menjadi satu individu. Tapi ada orang-orang dengan kebaikan fisik memiliki ruh yang sangat rapuh. Ada juga yang fisiknya terbatas, tapi ruhnya begitu tinggi, hingga mampu menangkap sinyal hidayah dari Allah, menjadi manusia yang kualitasnya jauh melampaui keterbatasan fisiknya.

Keterbatasan tak menghalangi mereka tetap berusaha untuk beribadah kepada Allah Keterbatasan tidak membuat mereka menyerah pada situasi. Keterbatasan tak menjadikan mereka kufur atas limpahan nikmat yang Allah karuniakan pada mereka.

Sejarah telah mencatat dari Ibnu Maktum hingga Syeikh Ahmad Yasin. Belum lagi cerita-cerita tentang mereka cemerlang dalam kehidupannya yang tak aku ketahui.

Ya Allah..karuniakan pula catatan sejarah yang baik dan cemerlang untuk saudariku itu...
Limpahkan sebaik-baiknya nikmat iman, islam, dan taqwa di hatinya
Dalam hening, ia mengenalMu...
Biarkan ia menemuiMu di JannahMu
Aamiin...

Comments

dils said…
Saya percaya bahwa setiap manusia pasti diciptakan dengan sebuah keistimewaan. Tertakdirkannya sebuah kekurangan pada manusia, pasti dikompensasi dengan kelebihan pada hal lainnya. Semakin besar kekurangan yang tertakdirkan seseorang pada satu sisi, semakin besar pula kompensasi kelebihan yang tertakdirkan atasnya pada sisi yang lain.

Justru, pada orang2 yang terbatas fisiknya terdapat kelebihan2 yang taktertandingi oleh orang2 yang baik fisiknya.

Betapa Allah Maha Adil...
kuspoes said…
assalamualaikum

cuma mo ikutan doang ..ngikut yg ngasih komen diatas... :D

keterbatasan memang kadang melahirkan kelebihan memang betul tapi sayangnya banyak orang yg menganggapo dirinya "normal" selalu memandang sebelah mata kepada kaum tersebut atau bahkan tanpa mata sekalipun.

maaf mau nanya emang antum guru apa seh?

salam kenal

taqoballhu minna wa minkum

wassalam
kusaeni ( http://kusaeni.com )
rieska oktavia said…
Iya, dil. Bener banget..
Subhanallah yaa... Allah Yang Maha Adil. Kitanya aja yang suka ngga ngeh dengan itu semua...
OOT, jadi inget, disini, orang-orang khusus mendapatkan banyak sarana sekaligus kemudahan sehingga mereka bisa mandiri dan brepretasi. Di mana-mana saya melihat mereka beraktifitas dengan bebasnya.
Selain sarana di fasilitas umum, pemerintah juga punya tunjangan khusus untuk keluarga yang memiliki anak-anak khusus.
Mungkin di rata-rata negara maju, begitu adanya yaa...
rieska oktavia said…
Buat Kusaeni, salam kenal juga.
Saya sempet liat2 ke blognya juga, tapi belum meninggalkan jejak.

Bukan guru beneran sebenernya, saya cuma bantu-bantu ngajar di masjid sini.

Aamiin, waiyyakum...
Anonymous said…
assalaamu'alaikum wr wb...
muslimah indonesia yang berada di jepang???
salam kenal yaa...saya ingin sekali berkenalan.
nama saya nuri, muslimah, mungkin bisa main ke blog saya:www.nuyi.blogdrive.com

oiya, sekaligus mau tanya...waiyyakum artinya apa ya?saya tunggu balasannya
rieska oktavia said…
to mba nuri
alaikumussalam wrwb
iyaa...salam kenal juga ^_^
udah liat blognya, cuman belum baca-baca dengan seksama. ntar kalo aga luang maen2 kesitu lagi
waiyyakum itu artinya kurang lebih 'dan untuk kamu juga'
salam manis dari tokyo yang lagi duiiingin banget

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah