Skip to main content

Puzzle 9 [Menimbang Rasa]

Menjadi seorang istri itu ternyata adalah salah satu episode yang sangat menakjubkan. Serupa mengembara pada hutan liar yang belum terjamah. Meski bekalan-bekalan telah banyak diupayakan, tetap saja banyak kejutan di perjalanan.

Salah satu yang mencengangkan adalah mengenali emosi diri.

Perempuan itu merasa cukup yakin bahwa selama ini, akalnya telah bekerja dengan cukup baik, nyaris sama baiknya dengan perasaannya. Meskipun dia sangat perasa, tapi akalnya bisa diandalkan untuk mengendalikannya agar tak sampai merusak suasana. Selama ini kawan-kawannya menganggapnya bukan perempuan biasa, karena hal itu.

Betapa pada banyak hal dimana perempuan seringkali terjebak dan jatuh tersungkur, dia bisa meloloskan diri. Setidaknya meski sambil lecet-lecet, ia tak sampai babak belur.

Tapi menjadi istri, seperti menambah bobot emosi yang seringkali tak ia kenali. Dia masih memerlukan waktu yang sangat panjang untuk bisa mengendalikannya. Sedih, gembira, resah, rindu, kesal, terharu, bagaikan warna yang mudah berganti-ganti dalam hatinya. Ia juga menjadi sangat sensitif. Reaksinya atas segala sesuatu amat tak terbayangkan dan tak terduga. Dia sendiri masih tak bisa mengerti, apalagi orang asing yang baru dalam bilangan hari mengenalnya.

Namun ada masa-masa dimana akalnya bekerja dengan sangat baik. Saat orang yang dirindukannya itu sedikit mengecewakannya, ia memilih untuk berwudhu, dan sholat. Mengendalikan debaran hati, kecut, hingga ketika windows YMnya terbuka, dia sudah bisa tersenyum manis. Diputuskan saat itu untuk tidak sebel. Hehe...

Ya, bilangan jenak, terlalu singkat untuk berada pada kungkungan marah...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...