Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2004

Tigasatuduabelasnolempat

Tiga satu desember, turun salju di Tokyo. Lebih deras dari yang dua hari sebelumnya . Hanya tiga jam saja, tapi cukup untuk memutihkan komaba. Aku mengintip dari jendela, melihat hamparan serupa gula halus mulai menghiasi pepohonan, ranting, bunga dan daun, juga atap serta jalan. Potongan terakhir pisang goreng selesai kumakan, saat aku membaca tulisan di blog imb. 'Masihkan kita bisa makan dengan enak, ketika saudara kita tak punya sebutir nasipun untuk dimakan?' tulisnya. Ya. Pisang goreng itu terasa enak sekali, aku habis banyak. Makan berdua kawan se-asrama yang datang ke kamar untuk ikut nge-print. Tapi dia hanya makan dua atau tiga potong. Sisanya, sewadah penuh aku yang habiskan. Aku masih makan enak... Sejak kemarin-kemarin, berita Aceh ini memang menyesakkan dada, membuat airmata ini mengucur. Ada cemas, sedih, khawatir, dsb. Apalagi mencari/mendengarkan kabar tentang keluarga-keluarga kenalan. Tak lupa, kutelp mama di rumah untuk mengingatkan agar baju-

JalanPintas

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. "Tak ada satu musibah pun yang menimpa seorang muslim, kecuali Allah yang akan menghapuskan dosa dan kesalahannya walaupun hanya sepotong duri yang menusuknya". (HR Bukhari dan Muslim) Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ketika seorang lelaki berjalan di tengah jalan, didapatilah olehnya sebuah dahan berduri di atas jalan itu kemudian ia pun menyingkirkannya. Allah pun lalu berterimakasih kepadanya serta berkenan mengampuninya". Rasulullah SAW kemudian melanjutkan: "Orang yang mati syahid itu ada lima: orang yang mati karena terserang penyakit tha'un, orang yang mati karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati tertimbun reruntuhan bangunan, serta yang gugur di jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung". (HR Muslim) Dari Abu Hurairah RA, ia berkata Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya: "Siapa sajakah orang yang kamu anggap mati

Putih

Pagi ini, kala suasana masih muram mengingat gempa dan tsunami, salju hadir di bumi Tokyo. Udara tahun ini memang relatif lebih cepat dingin dibanding biasanya. Salju itu serupa serpihan es yang bertaburan dari langit. Kali ini lebih deras dari musim dingin kemarin. Hingga di jendela kamar masih bisa kulihat daun-daun, bunga, dan atap yang memutih. Juga jalanan asrama. Aku terus saja termangu. Mimpi buruk tentang gelombang tinggi, guncangan, kala calon jemaah haji bertemu keluarga, lomba lari, orang yang di kedai, jalan, pasar, rumah, sekolah, masjid, dimana-mana. Tersapu, terseret. Hingga yang tersisa adalah kerusakan, lumpur, beserta mayat-mayat bergelimpangan di jalan, reruntuhan, dan juga pepohonan. Disini salju turun...cantik dan indah. Begitu kontras alam saat berhadapan kita. Ya Rahman, seperti apapun rupanya, saat alam berhadapan dengan hamba, smoga hamba senantiasa berada dalam dzikir kepadaMu...

Duka Aceh

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun... Setelah ujung timur, kini ujung barat negeriku menyentak dengan kabar dukanya. "Hanya dalam hitungan detik setelah gempa tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah pantai. Belum lenyap ketakutan masyarakat karena guncangan gempa, gelombang laut setinggi 15-an meter tampak menggulung semua yang ada di sepanjang pantai Bireuen. Beberapa detik kemudian gelombang ini berbalik arah kembali ke laut dan melindas apa saja di depannya. Keadaannya menyentak perasaan karena kejadiannya hanya sekejap," tutur Mustafa melukiskan dahsyatnya gelombang tsunami itu. selengkapnya Akibat tsunami di Aceh, diperkirakan 4.500 orang meninggal. Daerah yang paling parah terkena gempa adalah Banda Aceh, yang mengakibatkan 3.000 meninggal dunia dan lebih dari 200 narapidana melarikan diri karena badai menghancurkan tembok penjara. selengkapnya Aku tergugu... rasa-rasanya tak ada yang lebih kuinginkan lagi selain ingin bisa lebih menyempurnaka

Puzzle 13 [Manja]

"Kenapa sekarang ade kelihatan manja sekali? Waktu dulu taaruf kelihatannya seperti perempuan yang begitu tegas, kuat dan tegar." Pada sebuah voice chatt pertanyaan tak diduga dari lelaki itu meluncur begitu saja. Mendengarnya, perempuan itu mengerutkan kening sebentar sebelum kemudian menjawabnya dengan perasaan aneh. "Kalau bukan sama kaka, ade mau manja sama siapa lagi?" Lelaki itu tertawa kecil. "Lagian, bukannya kami ini diajarin untuk bersikap tegas. Menjaga suara dan menjaga diri. Masa sama sembarang orang-orang manja-manja" Sambungnya lagi. Lelaki itu tak membantah. Perubahan yang terjadi bukan sebuah proses bersalin rupa seperti musang berbulu domba. Tapi itu adalah salah satu bentuk adaptasi bagaimana seorang perempuan menempatkan dirinya. Dia sendiri tak merasakan itu sebagai sebuah rekayasa, karena perasaan untuk menjadi dirinya yang sekarang di hadapan suaminya adalah sebuah perasaan yang mengalir begitu saja. Dan saat

Setara

Jalan-jalan ke annida online , dan nemu tulisan bagus. Berkesan banget, tulisannya sakti wibowo. Berikut ini cuplikannya: Apakah aku mulai menimbang-nimbang tentang keimanan? Aku tak tahu. Yang kurasakan hanyalah rasa penerimaan yang begitu mewah. Mungkin benar kata Shameer, tak ada yang lebih realistis dalam kehidupan ini selain kesetaraan. Secara naluriah, manusia membutuhkan persamaan hak, sebuah tuntutan sederhana yang telah begitu purba. Cermin yang kulihat tadi dengan nyata memproyeksikan kebersamaan dan kesetaraan. Tak ada cinta yang perlu merana. Bahkan, seorang kulit hitam leluasa untuk mencintai saudaranya yang berkulit putih. Alangkah…. selengkapnya Dulu perasaan tersisihkan dari kelas sosial yang ada pernah menghantui pikiran. Seorang lulusan SD pinggiran kota, masuk ke SMP favorit kota bandung. Disadari atau tidak, merasa berbeda adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi. Rata-rata anak-anak yang sekolah disitu berasal dari keluarga terpelajar dan berada. Pint

Bunda

Dulu aku pernah menulis tentang ayah disini, menjelang ulang tahunnya yang ke 49. Sekarang bukan ulang tahun bunda, tapi aku ingin menulis tentangnya disini. Tak banyak yang kuingat. Karena saat kecil ia lebih banyak sibuk dengan adik-adik, sementara aku lebih banyak diasuh ayah. Apalagi anak perempuan satu-satunya ini juga kelewat mandiri. Banyak hal yang tak dibagi dengannya, sehingga dalam hati ia seringkali bertanya-tanya tentang aku. Tapi biar sedikit, kutulis saja. Bunda di benakku, tak seperti bunda dalam banyak bayangan. Tidak anggun, tidak lembut, tidak ayu, tidak rapi, tidak... apalagi ya? Tidak seperti sosok bunda yang ada pada film, cerita, ataupun sinetron. Seingatku, ia gagah tapi perasa. Pemain volley yang sangat hebat. Bakat yang sama sekali tak kupunya. Rasanya sebelah jari ini bisa menghitung berapa kali servis volleyku masuk. Dia juga pintar memasak dan membuatku selalu berpikir, kenapa harus memasak selama ada mamah? Bahkan setelah aku menikah, setiap p

Puzzle 12 (Perkenalan kedua)

Enam hari saja bentangan jarak itu dilipat rapi... Saat keluar dari bagian imigrasi, perempuan itu dengan cepat menemukan sosok lelaki itu. Senyum di wajah keduanya mengembang, hatinya menghangat. Ia segera meraih tangan lelaki itu dan menciumnya pelan. Lelaki itu meraih kepalanya, memeluknya sebentar, sebelum menggandengnya pergi keluar bandara menuju arah stasiun. "Kaka masih sakit yaa... Terakhir chatting dan nelpon suaranya bindeng" "Dikit. Kemarin sih kaka demam. Pagi ini badan panas sekali, tulang-tulang ngilu, sakit kepala, sampai susah bangun. Hari ini tak pergi Jumatan. Alhamdulillah sorenya masih bisa cari hotel dan pergi kesini. Rupanya ketemu Ade sakitnya hilang." Perempuan itu tersenyum sambil mengerling. Segera saja, meski agak lemes, cerita perjalanan, dan sebagainya meluncur dari mulutnya. Tadinya dia sempat bertanya-tanya, seperti apakah pertemuan kedua itu jadinya. Apakah mereka akan kembali menjadi kaku seperti awal dulu apa tidak.

Enamhariplus

Jumat 10 Desember 2004 Ruang tunggu di Paris Waktu boarding masih duapuluh menitan lagi, aku tiba di ruang tunggu. Dua orang ibu berwajah timur tengah menatapku. Aku menganggukan kepala dan tersenyum. Tak lama aku duduk membaca, dua-tiga meter di hadapan mereka. Baru membaca beberapa lembar, aku segera ke toilet. Saat kembali, seorang di antara mereka mengacungkan kaleng cocacola. Sepertinya menawari. Aku menggeleng pelan, sambil mengucapkan terima kasih. Olala...ia tak faham bahasa Inggris. Hanya Prancis dan Arab saja.

Akhirnya...

Satu setengah jam berlalu mengawali jumat ini. Alhamdulillah, pekerjaan demi pekerjaan bisa diselesaikan. Baru saja rekaman siaran hari ini ditunaikan. Hari yang sangat padat dan melelahkan. Kuliah sejak pagi sampai petang, repoto, kuis, ijin sensei kelas, booking tiket, belanja, ngajar, packing, buat soal, dan persiapan siaran. Tak bisa dipercaya kalau semuanya berlalu juga. Sungguh-sungguh Allah lah sumber segala kebaikan, kekuatan, serta kemudahan urusan. Alhamdulillah... Rasa lelah yang tersisa masih diselimuti kebahagian membayangkan 28 jam lagi bentangan jarak itu bisa dilipat. Esok, eh pagi ini, pukul 6 pagi, saya harus keluar rumah. Tokyo-Paris-Casablanca akan menjadi petualangan saya kali ini. Dua benua sekaligus, bayangkan ^_^ Pamit...lima hari ke depan, insya Allah tak akan ada postingan baru disini. Smoga saat kembali nanti, banyak hikmah yang bisa dipagi. Mohon doanya, dan maaf lahir batin...

Ketakutan

Lagi-lagi bayaran untuk sebuah ketakutan tak beralasan, mahal adanya.... Asumsi-asumsi tak boleh dibiarkan membelenggu jiwa, membuatnya menjadi kerdil. Pastikan, lakukan, hadapi, dan lihatlah! Betapa banyak jalan tak terduga dibentang di depan mata... Jika buntu pun, setidaknya KAU TAHU bahwa jalan itu tak bisa diambil. Untung saja bayarannya masih berupa hitung2an uang. Bagaimana bila ia adalah hitung2an waktu keabadian??? Ampuni kelalaian saya ya Ghaffar... Smoga tak terulang lagi sampai kapanpun...

Citacita

Anak-anak seangkatan saya kalau ditanya, Kalau sudah besar mau jadi apa? Jawabanya bisa dengan mudah ditebak: insinyur atau dokter Anak-anak angkatan sekarang jawabannya apa ya? ^_^ Di Jepang, pada sebuah survey anak-anak ditanya, jawaban populer untuk anak-anak laki-laki adalah pemain sepak bola. Untuk anak perempuan saya agak lupa. Sekarang anak-anak seangkatan saya sudah pada dewasa. Sebagian jadi insinyur, dokter, akuntan, farmasis, sebagian lagi jadi pekerja di industri selepas SD, SMP, ataupun SLTA. Adapula yang punya kios di pasar. Atau seperti saya, yang masih saja sekolah. Kalau sudah begini, mau jadi apa?

Balutan

Terima kasih untuk setiap dukungannya, yang nyata maupun yang tersembunyi. Doa, tausiyah, ataupun pelukan sayang, yang hangatnya sampai ke hati di tengah dinginnya udara Tokyo musim ini. Dibaca berkali-kali, mata ini tetap saja basah penuh syukur dikaruniai saudara-saudara yang baik. Jazaakumullah khair Semestinya, meski ada yang bergejolak di hati, roda hidup tetaplah diputar. Karena 'diam' bukan kehidupan yang sebenarnya. Maka seperti luka yang menganga yang harus ditutup, kesedihan pun harus dibalut dengan rapi. Meski sakitnya masih ada di ruang kelas, di lab, di depan mic saat siaran, atau saat menyiapkan diri untuk pertemuan-pertemuan kecil. Terutama pada jenak-jenak kesendirian rasa itu tak boleh membuatmu berhenti bergerak, menabung sekeping dua keping amal untuk esok. Hanya saja, untuk nulis ternyata masih berat ya. Belum bisa beralih topik. Semoga esok, ada cerita yang bisa dibagi. Tidak-tidak...jangan tunggu esok. Akan kuceritakan tentang perjuangan

Puzzle 11 (Perpanjangan)

Tentang tangki kesabaran yang tak boleh habis, meski dikuras setiap masa... Kabar itu dibawanya dengan hati yang amat berat. Kerut-kerut di kening, mata yang sendu, semakin membuat wajah itu tampak sangat kuyu. Bentangan jarak ternyata tak bisa dilipat walau hanya untuk beberapa hari saja. Ada perpanjangan waktu sampai tiga purnama. Dua-duanya kecewa, sedih. Perempuan itu membisu, menetralkan gejolak hatinya dari keinginan untuk menyalahkan. Menahan agar kata-kata seperti [Udah ade bilang...coba kalau dulu....] tidak berhamburan lewat lisan ataupun tulisannya. Satu jam berlalu, hanya beberapa baris saja tulisan yang mengisi windows mereka. Lelaki itupun pamit, tak tahan dengan perasaannya sendiri. Kesedihannya, ditambah memikirkan kesedihan perempuan itu. Dengan sekuat tenaga, merasakan bahwa mereka berada pada posisi yang sama, perempuan itu berusaha menghibur orang yang sangat disayanginya, menenangkan hatinya. Mengikis gunungan rasa bersalah, menunjukkan bahwa tak