Skip to main content

Puzzle 12 (Perkenalan kedua)

Enam hari saja bentangan jarak itu dilipat rapi...

Saat keluar dari bagian imigrasi, perempuan itu dengan cepat menemukan sosok lelaki itu. Senyum di wajah keduanya mengembang, hatinya menghangat. Ia segera meraih tangan lelaki itu dan menciumnya pelan. Lelaki itu meraih kepalanya, memeluknya sebentar, sebelum menggandengnya pergi keluar bandara menuju arah stasiun.

"Kaka masih sakit yaa... Terakhir chatting dan nelpon suaranya bindeng"

"Dikit. Kemarin sih kaka demam. Pagi ini badan panas sekali, tulang-tulang ngilu, sakit kepala, sampai susah bangun. Hari ini tak pergi Jumatan. Alhamdulillah sorenya masih bisa cari hotel dan pergi kesini. Rupanya ketemu Ade sakitnya hilang."

Perempuan itu tersenyum sambil mengerling. Segera saja, meski agak lemes, cerita perjalanan, dan sebagainya meluncur dari mulutnya.

Tadinya dia sempat bertanya-tanya, seperti apakah pertemuan kedua itu jadinya. Apakah mereka akan kembali menjadi kaku seperti awal dulu apa tidak. Ternyata tidak. Setidaknya mereka bisa mengobrol santai seperti saat chatting ataupun di telepon.

Selama enam hari bersama, diam-diam dia mengamati lelaki itu. Ada penemuan-penemuan baru yang tereksplorasi. Beberapa simpulan-simpulan baru tentang lelaki itu dicatatnya dalam ingatan. Sebagian membuatnya senang, sebagian lagi membuatnya sedih.

Kenyatan-kenyataan baru yang harus diadaptasikan lagi.

Dan pada enam hari itu, tercatat setoran hafalan yang disempurnakan: surat an nuur yang dimintanya waktu menikah dulu. Sorot mata yang bertemu, kala ayat terakhir selesai dibaca lelaki itu, kembali membuat hatinya menghangat.

Sekarang ia menunggu-nunggu waktu, saat lelaki itu akan mengajarkannya isi surat itu. Meski berkali-kali ia baca tafsir surat itu, menerimanya dari orang tercinta-yang mestinya memang mengajarinya, alangkah menyenangkan.

Ditunggu hari itu, Ka...

Comments

dils said…
Hiks, terharu....
Anonymous said…
asswrwb

sedih sekali yaa anti,
senang sekali yaa anti,
entah apa yg harus dirasa, mungkin bingung,

tapi kehidupan itu bukan hanya sekedar menang dan kalah, atau sedih dan bahagia yg datang silih berganti,
tapi ia adalah bagaimana kita hidup setiap harinya.


perasaan itu memang unik...
ia dirasa, oleh orang tertentu saja.

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R