Enam hari saja bentangan jarak itu dilipat rapi...
Saat keluar dari bagian imigrasi, perempuan itu dengan cepat menemukan sosok lelaki itu. Senyum di wajah keduanya mengembang, hatinya menghangat. Ia segera meraih tangan lelaki itu dan menciumnya pelan. Lelaki itu meraih kepalanya, memeluknya sebentar, sebelum menggandengnya pergi keluar bandara menuju arah stasiun.
"Kaka masih sakit yaa... Terakhir chatting dan nelpon suaranya bindeng"
"Dikit. Kemarin sih kaka demam. Pagi ini badan panas sekali, tulang-tulang ngilu, sakit kepala, sampai susah bangun. Hari ini tak pergi Jumatan. Alhamdulillah sorenya masih bisa cari hotel dan pergi kesini. Rupanya ketemu Ade sakitnya hilang."
Perempuan itu tersenyum sambil mengerling. Segera saja, meski agak lemes, cerita perjalanan, dan sebagainya meluncur dari mulutnya.
Tadinya dia sempat bertanya-tanya, seperti apakah pertemuan kedua itu jadinya. Apakah mereka akan kembali menjadi kaku seperti awal dulu apa tidak. Ternyata tidak. Setidaknya mereka bisa mengobrol santai seperti saat chatting ataupun di telepon.
Selama enam hari bersama, diam-diam dia mengamati lelaki itu. Ada penemuan-penemuan baru yang tereksplorasi. Beberapa simpulan-simpulan baru tentang lelaki itu dicatatnya dalam ingatan. Sebagian membuatnya senang, sebagian lagi membuatnya sedih.
Kenyatan-kenyataan baru yang harus diadaptasikan lagi.
Dan pada enam hari itu, tercatat setoran hafalan yang disempurnakan: surat an nuur yang dimintanya waktu menikah dulu. Sorot mata yang bertemu, kala ayat terakhir selesai dibaca lelaki itu, kembali membuat hatinya menghangat.
Sekarang ia menunggu-nunggu waktu, saat lelaki itu akan mengajarkannya isi surat itu. Meski berkali-kali ia baca tafsir surat itu, menerimanya dari orang tercinta-yang mestinya memang mengajarinya, alangkah menyenangkan.
Ditunggu hari itu, Ka...
Saat keluar dari bagian imigrasi, perempuan itu dengan cepat menemukan sosok lelaki itu. Senyum di wajah keduanya mengembang, hatinya menghangat. Ia segera meraih tangan lelaki itu dan menciumnya pelan. Lelaki itu meraih kepalanya, memeluknya sebentar, sebelum menggandengnya pergi keluar bandara menuju arah stasiun.
"Kaka masih sakit yaa... Terakhir chatting dan nelpon suaranya bindeng"
"Dikit. Kemarin sih kaka demam. Pagi ini badan panas sekali, tulang-tulang ngilu, sakit kepala, sampai susah bangun. Hari ini tak pergi Jumatan. Alhamdulillah sorenya masih bisa cari hotel dan pergi kesini. Rupanya ketemu Ade sakitnya hilang."
Perempuan itu tersenyum sambil mengerling. Segera saja, meski agak lemes, cerita perjalanan, dan sebagainya meluncur dari mulutnya.
Tadinya dia sempat bertanya-tanya, seperti apakah pertemuan kedua itu jadinya. Apakah mereka akan kembali menjadi kaku seperti awal dulu apa tidak. Ternyata tidak. Setidaknya mereka bisa mengobrol santai seperti saat chatting ataupun di telepon.
Selama enam hari bersama, diam-diam dia mengamati lelaki itu. Ada penemuan-penemuan baru yang tereksplorasi. Beberapa simpulan-simpulan baru tentang lelaki itu dicatatnya dalam ingatan. Sebagian membuatnya senang, sebagian lagi membuatnya sedih.
Kenyatan-kenyataan baru yang harus diadaptasikan lagi.
Dan pada enam hari itu, tercatat setoran hafalan yang disempurnakan: surat an nuur yang dimintanya waktu menikah dulu. Sorot mata yang bertemu, kala ayat terakhir selesai dibaca lelaki itu, kembali membuat hatinya menghangat.
Sekarang ia menunggu-nunggu waktu, saat lelaki itu akan mengajarkannya isi surat itu. Meski berkali-kali ia baca tafsir surat itu, menerimanya dari orang tercinta-yang mestinya memang mengajarinya, alangkah menyenangkan.
Ditunggu hari itu, Ka...
Comments
sedih sekali yaa anti,
senang sekali yaa anti,
entah apa yg harus dirasa, mungkin bingung,
tapi kehidupan itu bukan hanya sekedar menang dan kalah, atau sedih dan bahagia yg datang silih berganti,
tapi ia adalah bagaimana kita hidup setiap harinya.
perasaan itu memang unik...
ia dirasa, oleh orang tertentu saja.