Sulit dipercaya, bahwa rasa gembira bisa hilang dari jiwa.
Aku jadi teringat film Harry Potter yang dilihat bersama adikku sewaktu aku pulang ke Bandung bulan Agustus lalu. Nonton film bersama lewat VCD di rumah adalah salah satu rekreasi yang kadang-kadang kami lakukan. Biasanya dipilih film keluarga, yang disewa dengan cara patungan.
Salah satu adegan yang aku ingat adalah saat ada mahluk-mahluk yang menyedot rasa gembira, sehingga orang-orang yang kehilangan itu merasa sedih, putus asa, dsb. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku merasa demikian. Optimisme, semangat, kegembiraan yang kata orang adalah ciri khasku rasanya bersembunyi entah dimana.
Aku kehilangan rasa gembira, terutama saat pagi dan malam hari, dan pada saat aku sendirian. Tiba-tiba saja rasa sedih menyeruak: putus asa, merasa diri tak berdaya, bodoh, sendirian, tak berguna, dsb. Bertubi-tubi. Hanya pada saat menyibukkan diri dengan aktivitas lain, atau berinteraksi dengan orang lain perasaan itu hilang.
Maka hanya dengan menenggelamkan diri dalam membaca, belajar, tilawah, sholat, berbicara dengan orang lain, dsb bisa membantu mengikis perasaan itu. Tapi segera setelah kembali pada kondisi asal, sendirian, maka rasa itu akan menyelimuti kembali hati. Bahkan seringkali tak terasa saat berdoa pun, rasa itu diam-diam menjerat hati.
Ehm...apa yang sebenarnya disedihkan?
Masih belum bisa diidentifikasi dengan jelas. Barangkali ada sesuatu di bawah sadar yang harus digali.
Apakah itu?
Aku jadi teringat film Harry Potter yang dilihat bersama adikku sewaktu aku pulang ke Bandung bulan Agustus lalu. Nonton film bersama lewat VCD di rumah adalah salah satu rekreasi yang kadang-kadang kami lakukan. Biasanya dipilih film keluarga, yang disewa dengan cara patungan.
Salah satu adegan yang aku ingat adalah saat ada mahluk-mahluk yang menyedot rasa gembira, sehingga orang-orang yang kehilangan itu merasa sedih, putus asa, dsb. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku merasa demikian. Optimisme, semangat, kegembiraan yang kata orang adalah ciri khasku rasanya bersembunyi entah dimana.
Aku kehilangan rasa gembira, terutama saat pagi dan malam hari, dan pada saat aku sendirian. Tiba-tiba saja rasa sedih menyeruak: putus asa, merasa diri tak berdaya, bodoh, sendirian, tak berguna, dsb. Bertubi-tubi. Hanya pada saat menyibukkan diri dengan aktivitas lain, atau berinteraksi dengan orang lain perasaan itu hilang.
Maka hanya dengan menenggelamkan diri dalam membaca, belajar, tilawah, sholat, berbicara dengan orang lain, dsb bisa membantu mengikis perasaan itu. Tapi segera setelah kembali pada kondisi asal, sendirian, maka rasa itu akan menyelimuti kembali hati. Bahkan seringkali tak terasa saat berdoa pun, rasa itu diam-diam menjerat hati.
Ehm...apa yang sebenarnya disedihkan?
Masih belum bisa diidentifikasi dengan jelas. Barangkali ada sesuatu di bawah sadar yang harus digali.
Apakah itu?
Comments
kenapa mesti rasa bersendirian?
bukankah itu bermakna kamu menidakkan (deny) kebersamaan rakan-rakanmu?
bukankah itu bermaksud kehadiran rakan-rakanmu itu tidak menambah seri hatimu?
jangan begitu Ries..
Sepi itu mengundang rasa tidak bersyukur..
hadirkan diri ke rapat-rapat..
inshaALlah.. rasa syukur itu hadir..
meninggalkan rasa lemah diri..
Tidak berdaya? Bodoh?
Tidak sekali-kali Ries..
Bukalah mata..
bukalah minda..
biar akal berfikir..
dimana letaknya kita..
dimana peranan kita..
membebaskan saudara kita..
tertindas, terbunuh..
di serata dunia..
Dimana kita?
Dimana kita?
Bukankah peranan belia itu
: melatih dan terus berlatih
: menguasai dan mempelajari
agar Islam terus berdiri..
tidak lagi diinjak-injak..
bagai haiwan tidak bertuan..
bagai jasad tanpa ruuh..
bagai manusia tanpa maruah..
Ries,
Hidup kita,
hanya sementara..
lihatlah ke alam maya..
lihatlah sengsaranya saudara kita..
nun jauh disana..
di tanah kelahiran Isa..
marilah kembali kepada syukur..
marilah tinggalkan sepi hatimu..
dan gantikan ia dengan semangat baru..
semangat yang luput dari dirimu..
kembalikan ia pada asal..
Buat temanku..
Rieska Oktavia
*menumpang sedu-sedu tanah barakah* Click Here --------------------------------------------
*feel the pain..*
Jazaakillah khair, you always be there for me,
ingatkan diri ini pada banyak hal dengan caramu sendiri.
Saudara-saudara di sekitar saya itu memang luar biasa, dan saya tak pernah ingin men-deny-nya. Tapi sungguh, saya tak mengerti mengapa rasa ini hadir.
Dan ukhti betul, mestinya saya lebih banyak berpikir untuk saudara-saudara yang lain. Merasakan duka mereka, dan berbuat sesuatu untuk mereka.
Semangat Rieskaa...!!!
Jazaakallah khair...
Aamiin...saya harapkan demikian.
Ramadhan, tamu istimewa ini, hadir menjadi wahana sekaligus kawan untuk berubah, makin khusyu padaNya...
Smoga kita semua bersama-sama, menjelma menjadi manusia baru, yang dicintaiNya
Maaf lahir batin, taqabalallahu minna wa minkum