Kemarin, 3 Oktober, genaplah empat musim keberadaanku di negeri sakura. Musim panas yang lembab, kaya akan buah-buahan, dilengkapi suara jangkrik dan kecoa yang populasinya bertambah di beberapa tempat, berlalu dengan ditandainya musim hujan beserta taifun. Ya, musim panas adalah musim keempat yang kunikmati disini.
Musim pertama bagiku adalah musim gugur yang sejuk, dengan pemandangan kuning kemerahan momiji. Aku ingat pemandangan di slope atau taman kampus, tempat kami-aku dan beberapa kawan indonesia yang baru datang-biasa makan siang bersama-sama. Saat itu matahari agak jarang muncul, langit tampak kebiruan. Seringkali aku mencuri-curi pandang ke arah langit, mencari matahari, berharap sinarnya akan menghangatkan diri.
Setelahnya, adalah musim dingin. Udara dingin dan kering tak ramah pada kulitku yang sensitif. Bolak-balik ke dokter, minum obat, jamu kunyit, jus lidah buaya, serta mengoleskan salep dan lotion adalah menu yang kunikmati sehari-hari. Pelajaran tentang memaknai sabar keterima saat itu, dengan ekstra demam di hari lebaran. Tapi semua itu tak terasa lagi ketika kulihat keajaiban musim dingin:salju. Lembut...di mata dan juga di tangan. Begitu putih...
Pohon-pohon di kampus yang sudah mulai rontok daunnya semakin botak saja di musim dingin. Lalu setelah itu, pucuk-pucuk kehijauan mulai terlihat di sana-sini. Ciap-ciap suara burung pun mulai kudengar dari balik pepohonan.
Dan kau tahu apa yang terjadi dengan pohon-pohon gundul di kampus pada musim ketiga? Ada pucuk-pucuk putih disana. Dan beberapa hari kemudian sakura bermekaran satu persatu, hingga pohon gundul itu berubah seperti pohon bule, karena daun yang biasanya terlihat hijau berubah menjadi putih. Subhanallah...luar biasa cantiknya...
Mataku berkaca-kaca pada satu sore saat aku menatapnya dalam diam. Ya Rahman...di dunia saja, tamanMu ini sangat indah...tak terbayangkan rasanya keindahan jannahMu... Semoga Engkau berkenan memberikan rahmatMu untuk membantu kami meraihnya...
Tak lama, sakura itu hadir di tengah-tengah kami. Dua tiga pekan kemudian, angin kencang menggugurkan daunnya yang kecil, lembut melayang, seperti salju. Lalu pucuk-pucuk hijau bermunculan. Si pohon-pohon bule kembali bersalin rupa menjadi rimbun kehijauan, bersiap menyamnut musim panas yang kemudian menjelang.
Empat musim berlalu. Ada air mata, ada tawa. Ada senyum, ada lelah. Ada cinta, ada kerinduan. Ada banyak yang berubah, beserta kelalaian yang belum juga tersadarkan.
Semoga pergantian musim, membawa ruh baru diri dan semakin tunduk padaNya...
Amin...
Siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung
Siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia merugi
Siapa yang hari ini lebuh buruk dari kemarin, maka ia ....
Musim pertama bagiku adalah musim gugur yang sejuk, dengan pemandangan kuning kemerahan momiji. Aku ingat pemandangan di slope atau taman kampus, tempat kami-aku dan beberapa kawan indonesia yang baru datang-biasa makan siang bersama-sama. Saat itu matahari agak jarang muncul, langit tampak kebiruan. Seringkali aku mencuri-curi pandang ke arah langit, mencari matahari, berharap sinarnya akan menghangatkan diri.
Setelahnya, adalah musim dingin. Udara dingin dan kering tak ramah pada kulitku yang sensitif. Bolak-balik ke dokter, minum obat, jamu kunyit, jus lidah buaya, serta mengoleskan salep dan lotion adalah menu yang kunikmati sehari-hari. Pelajaran tentang memaknai sabar keterima saat itu, dengan ekstra demam di hari lebaran. Tapi semua itu tak terasa lagi ketika kulihat keajaiban musim dingin:salju. Lembut...di mata dan juga di tangan. Begitu putih...
Pohon-pohon di kampus yang sudah mulai rontok daunnya semakin botak saja di musim dingin. Lalu setelah itu, pucuk-pucuk kehijauan mulai terlihat di sana-sini. Ciap-ciap suara burung pun mulai kudengar dari balik pepohonan.
Dan kau tahu apa yang terjadi dengan pohon-pohon gundul di kampus pada musim ketiga? Ada pucuk-pucuk putih disana. Dan beberapa hari kemudian sakura bermekaran satu persatu, hingga pohon gundul itu berubah seperti pohon bule, karena daun yang biasanya terlihat hijau berubah menjadi putih. Subhanallah...luar biasa cantiknya...
Mataku berkaca-kaca pada satu sore saat aku menatapnya dalam diam. Ya Rahman...di dunia saja, tamanMu ini sangat indah...tak terbayangkan rasanya keindahan jannahMu... Semoga Engkau berkenan memberikan rahmatMu untuk membantu kami meraihnya...
Tak lama, sakura itu hadir di tengah-tengah kami. Dua tiga pekan kemudian, angin kencang menggugurkan daunnya yang kecil, lembut melayang, seperti salju. Lalu pucuk-pucuk hijau bermunculan. Si pohon-pohon bule kembali bersalin rupa menjadi rimbun kehijauan, bersiap menyamnut musim panas yang kemudian menjelang.
Empat musim berlalu. Ada air mata, ada tawa. Ada senyum, ada lelah. Ada cinta, ada kerinduan. Ada banyak yang berubah, beserta kelalaian yang belum juga tersadarkan.
Semoga pergantian musim, membawa ruh baru diri dan semakin tunduk padaNya...
Amin...
Siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung
Siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia merugi
Siapa yang hari ini lebuh buruk dari kemarin, maka ia ....
Comments