Skip to main content

Peri

Tiga menit menjelang hari ini usai, dan aku nyaris menutup mata. Alhamdulillah masih diingatkan untuk menuliskan barang sepatah dua patah kata.

Hari ini, seseorang mengirimkan rekaman ceritan pukul 4 pagi via e-mail. Aku sendiri baru membuka komputer biasanya sekitar pukul 8 atau 9 pagi menjelang pergi kuliah. Baru dengar sebentar agak terkejut karena menemukan tokoh seorang ibu peri, beserta beo yang mendapatkan hukuman bisa menirukan suara macam-macam atas kesombongannya.

Yah, batasan antara dunia fiksi, akidah dan sebagainya, menjadi pelajaran hari ini. Ada keraguan yang sempat hadir, tapi kemudian seorang kawan membantu ku mencarikan informasi tentang ini. Ada fatwa tentang ini ternyata, alhamdulillah pelajaran baru.

Buatku, mengedit ulang tak jadi masalah, hanya saja si empunya cerita kemarin malam bekerja keras hingga subuh untuk merekamnnya. Memintanya untuk merevisi beberapa bagian adalah sebuah pekerjaan yang agak berat untuk hatiku.

Tapi shoganai, ne...amal harus diikhtiarkan sebaik mungkin. Smoga Allah karuniakan kesabaran dan kebaikan berlimpah untuk saudari kecilku itu. Yang bekerja keras kemarin dan hari ini.

Untuk hidayah...untuk hari esok anak-anak itu nanti, keringat dan lelah kita hari ini sangat kecil artinya...

**catatan dua purnama**

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...