Skip to main content

Nama

Beberapa waktu yang lalu, seorang muslimah Jepang-anggota pengajian-memperkenalkan namanya yang baru. Semenjak memeluk Islam Desember lalu, ia memang belum berganti nama, tetap dengan nama Jepangnya. Dia menolak beberapa nama muslimah (dalam bahasa arab) yang ditawarkan imam masjid kami. Namun kini ia memiliki sebuah nama yang baik dan indah.

Aku tercenung saat kemudian seorang rekan mulai memanggilnya dengan nama yang baru itu. Meski belum terbiasa, kami pun mulai mengubah panggilan kami. Memang lebih menyenangkan memiliki panggilan baru yang memiliki arti yang lebih bermakna. Ada doa pada sebuah nama, duuh indahnya...

Aku jadi memikirkan namaku sendiri. Namaku tak memiliki arti yang cukup istimewa, kurasa. Meskipun aku sendiri percaya bahwa ia punya makna, setidaknya bagi kedua orang tuaku. Aku sendiri tak pernah memberi alias pada diriku. Semua e-mail, ID, dsb selalu atas namaku: rieska.

Baru sejak dua tahun yang lalu kadang kugunakan nama yang lain, yaitu risvya, yang juga kupakai untuk alamat blog ini. Ada yang menyangka aku ingin mengubah namaku dengan itu, padahal risvya hanyalah singkatan dari RIESka oktaVIA. Hanya penulisannya yang dibedakan supaya lebih menarik, atas usul temanku.

Nyatanya, saat aku memikirkan apa nama hijrahku yang baik, aku tak mampu memikirkannya. Seolah aku menjadi orang lain, bukan diriku lagi bila memakai nama lain. Mungkin saja perubahan nama akan menjadi sebuah momentum perubahan yang baik buatku, tapi rasanya perubahan itu kini memang tengah berlangsung, meski baru perlahan-lahan. Dan aku mensyukuri nikmatNya yang sangat berharga ini.

Tapi tentu, bila nanti aku dikaruniai anak-anak, akan aku beri nama mereka, nama yang baik dan indah sesuai sunnah Rasulullah SAW.

Hem...bagaimana dengan doa?

Ini yang membuatku aga sedih. Tapi kuharap orang-orang berkenan mendoakanku dengan cara lain (bukan saat memanggil nama). Seperti cara yang biasa dianjurkan, yang kuberi nama mengheningkan cipta. Mengangkat tangan memohon kepadaNya, memujiNya, lalu membayangkan wajah orang-orang yang ingin didoakan. Diam-diam saja, dan biarkan para malaikat ikut mengaminkan doa, serta menambahkan doa bagi sang pendoa.

Bagaimana panggilan di hari akhir?

Ngng...hiks...tambah sedih...

Tapi meski tanpa berganti nama, aku berharap dan berdoa agar Ia menjadikanku orang yang di akhirat nanti, dipanggilNya dengan panggilan mesra:

Yaa ayyuhannafsulmuthmainnah...
irji'ii ilaa robbika raadhiyatan mardhiyyah
fad khulii fii 'ibaadii
wadkhulii jannatii


Amin ya Allah...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar