Skip to main content

Puzzle 5 (kawan)

Apakah setelah menikah kau akan kehilangan kawan-kawan yang sebelumnya bersamamu merajut waktu dan merangkai kenangan? Apakah anugrah tak terhingga atas nama ukhuwah karenaNya harus gugur karena pergantian musim?

Pertanyaan itu menggayut di kepala perempuan itu sejak lama sebelum ia menikah. Ilustrasi tentang kekhawatiran itu serupa dengan tulisan patah hati ini.

Seorang kawannya bahkan mengundurkan diri dari kehidupannya, mengambil jarak. Rasa kehilangan itu masih berbekas hingga sekarang. Ada pula rekan yang sudah bersiap-siap untuk mengurangi cerita-cerita yang dulu biasa dibagi, tanpa bisa ia cegah, karena ia sendiri tak tahu kehidupan macam apa yang akan ia jalani setelah menikah.

Dan hari itu tibalah. Setelahnya, hari demi hari, dia menyingkapkan tabir dirinya, berusaha untuk membuat lelaki itu tahu persis perempuan seperti apakah yang kini menjadi istrinya. Dia merasa menjadi dia seperti apa adanya-jauh lebih baik-daripada suatu saat nanti dia kelelahan berpura-pura menjadi pribadi lain yang bukan dirinya. Kalaupun nanti ada yang berubah pada dirinya, maka itu adalah proses yang tengah berlangsung: perbaikan seumur hidup menjadi pribadi shalihah.

Foto-foto ditunjukan, aneka cerita diperdengarkan. Lelaki itu menyebut kecerewetannya sebagai kaset yang berputar. Tak puas dengan itu, di ujung hari dia bertanya langsung: apakah ia harus membatasi pergaulannya? Terutama dengan para lelaki yang ia banyak jumpai di sekolah, di organisasi, di mana-mana.

Lelaki itu tersenyum, dan kata-katanya meluncur kemudian:
"Saya percaya anti sejak sebelum menikah dulu. Apalagi sesudah menikah, lebih percaya lagi. Kenapa harus mengubah sesuatu yang sudah baik?"

Mungkin lelaki itu tak tahu, dengan mata membasah, perempuan itu menahan haru mendengar perkataannya, beserta hati yang diluapi rasa syukur yang dalam.

Pikirannya menerawang. Sejak remaja dulu, ia senantiasa berpikir bahwa di dunia itu banyak sekali manusia yang akan bekerja sama dengannya menjalankan amanah kemanusiaan, tolong menolong dalam kebaikan. Satu saja diantara mereka yang akan menjadi pasangan hidupnya.

Dia sediakan pada hatinya, ruang-ruang cinta untuk sebanyak mungkin orang. Berusaha menyayangi mereka, berbagi dan bekerja sama dengan mereka. Ajaran agama telah demikian jelas memaparkan untuk apa dan bagaimana itu dibangun dalam kehidupan. Ia hanya belajar menerapkannya perlahan-lahan.

Satu ruang ia kosongkan, untuk seseorang yang satu saat kan datang mengajaknya untuk bersama-sama berkhidmat kepadaNya dengan bentukan yang lebih khusus. Dia tak pernah membiarkan seorang lelakipun mengisi ruang itu, sebelum ia berhasil menjabat tangan ayahnya dalam perjanjian suci.

Bukan kata-kata kosong, karena kemudian lelaki pilihan itu terlihat tak terganggu dengan telepon yang datang kala mereka makan bersama, tersenyum menerima banyak salam dari orang-orang yang tak dikenalnya.

Memang, waktu masih panjang untuk membuat mereka berdua menjadikan komunitas yang satu sebagai komunitas yang lain. Inilah sebagian dari keberkahan atas pernikahan itu sendiri. Bukan hanya orang tua yang masing-masing bertambah sepasang, tapi saudara dan kawan pun menjadi berlipat...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar