Skip to main content

UntukCintaNya

Kau merindukan seseorang, kemudian tak disangka Allah mengirimkannya kepadamu. Seperti apakah rasanya?

Jangan dulu mengulum senyum, karena begitu banyaknya catatan tentang kerinduan pada halaman ini ^_^

Aku sedang bercerita tentang seorang hafidz Quran, yang selama bertahun-tahun, seringkali kudengarkan suaranya. Aku tak pernah sungguh-sungguh bertemu dengannya, karena adanya bilangan manusia yang menjadi antara.

Suaranya saja, yang dari menjelang malam hingga fajar berpamitan, menemani malam-malam terakhir di bulan Ramadhan. Hanya jeda satu dua jam saja suara itu tak ada, kala kami ada di pulau impian.

Tahun kemarin, rindu itu aku simpan diam-diam. Beserta kenangan akan jamaah yang seperti lautan pada masjid di salah satu sudut Bandung. Meski karuniaNya pula, yang mengantarkan aku ke suasana lain di mesjid dengan aneka etnis adalah sama istimewanya. Mengenalkanku pada kehangatan persaudaraan dengan muslimah turki, jepang, pakistan, di saat pertama kali. Subhanallah...

Tapi saat Ramadhan ini ia hadir di Tokyo, maka aku menyebutkan keajaiban yang menyenangkan. Masya Allah...Allahu Akbar! Lantunan ayat-ayatNya, tausiyahnya, berikut kesederhanaan yang ia tampilkan, kembali menggetarkan hati.

Ya Rahman...rasa-rasanya, sebagian rasa itu terobati.

Apalagi malam ini ia ajarkan sebuah doa yang diajarkan Rasulullah SAW. Doa yang sebenarnya sering kudengar dan juga sewaktu-waktu kubisikkan dengan bahasaku sendiri. Kali ini doa itu terdengar berlipat indahnya...

Allahumma inna nas-aluka hubbaka
wa hubba min yuhibbuka
wal 'amalilladzii yuqarribuna ila hubbika


aamiin...

---
untuk cintaNya, semoga aku bisa senantiasa memohonkan hal ini
lebih baik dan lebih sering lagi...

Comments

iugee said…
Eleuh, eceu.. Ustadz Abdul Aziz nyampe ke Jepang??
Ckckckck... saya juga sudah rindu euy..
Eh, I'tikaf 10 hari terakhir ini beliau di habib lagi ngga?
mangkaning saya mudik ka bandung tanggal 8 Nov...
rieska oktavia said…
Iya, betul. Alhamdulillah...
Beliau disini 10 hari kedua, jadi 10 hari terakhirnya di Ina...

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...