Tentang tangki kesabaran yang tak boleh habis, meski dikuras setiap masa...
Kabar itu dibawanya dengan hati yang amat berat. Kerut-kerut di kening, mata yang sendu, semakin membuat wajah itu tampak sangat kuyu.
Bentangan jarak ternyata tak bisa dilipat walau hanya untuk beberapa hari saja. Ada perpanjangan waktu sampai tiga purnama.
Dua-duanya kecewa, sedih. Perempuan itu membisu, menetralkan gejolak hatinya dari keinginan untuk menyalahkan. Menahan agar kata-kata seperti [Udah ade bilang...coba kalau dulu....] tidak berhamburan lewat lisan ataupun tulisannya.
Satu jam berlalu, hanya beberapa baris saja tulisan yang mengisi windows mereka. Lelaki itupun pamit, tak tahan dengan perasaannya sendiri. Kesedihannya, ditambah memikirkan kesedihan perempuan itu.
Dengan sekuat tenaga, merasakan bahwa mereka berada pada posisi yang sama, perempuan itu berusaha menghibur orang yang sangat disayanginya, menenangkan hatinya. Mengikis gunungan rasa bersalah, menunjukkan bahwa tak ada yang berubah pada perasaan di hatinya, kecuali rasa sayang yang semakin dalam. Dan merekapun sepakat untuk bertemu kembali, kala hatinya lebih baik.
Hari-hari setelahnya diliputi mendung. Dia nyaris lupa seperti apa rasanya tertawa dan tersenyum dengan riang. Tidur yang terputus-putus, dengan himpitan rasa sesak yang kadangkala timbul. Langkah-langkah lain yang terpikirpun mentok saat dicoba. Dengan apa mereka akan sanggup bertahan selain dengan bantuan dariNya?
Ya Rahman,
Tak ada suatu keburukan yang terjadi, melainkan karena kesalahan kami...
karena itu mohon ampunilah kami, untuk kesalahan yang tampak maupun tersembunyi
Mohon karuniakanlah kesabaran bagi kami...isilah tangki-tangki hati kami
dengan cinta, ketenangan, dan kesabaran, hingga ia tak pernah mengering karena sedotannya pada setiap masa.
Hiburlah kami dengan kebaikan dan hikmah di hari-hari selanjutnya, di dunia dan di akhirat...
Sesungguhnya, kami ingin menjadi orang yang sabar dan berserah diri...
aamiin...
Kabar itu dibawanya dengan hati yang amat berat. Kerut-kerut di kening, mata yang sendu, semakin membuat wajah itu tampak sangat kuyu.
Bentangan jarak ternyata tak bisa dilipat walau hanya untuk beberapa hari saja. Ada perpanjangan waktu sampai tiga purnama.
Dua-duanya kecewa, sedih. Perempuan itu membisu, menetralkan gejolak hatinya dari keinginan untuk menyalahkan. Menahan agar kata-kata seperti [Udah ade bilang...coba kalau dulu....] tidak berhamburan lewat lisan ataupun tulisannya.
Satu jam berlalu, hanya beberapa baris saja tulisan yang mengisi windows mereka. Lelaki itupun pamit, tak tahan dengan perasaannya sendiri. Kesedihannya, ditambah memikirkan kesedihan perempuan itu.
Dengan sekuat tenaga, merasakan bahwa mereka berada pada posisi yang sama, perempuan itu berusaha menghibur orang yang sangat disayanginya, menenangkan hatinya. Mengikis gunungan rasa bersalah, menunjukkan bahwa tak ada yang berubah pada perasaan di hatinya, kecuali rasa sayang yang semakin dalam. Dan merekapun sepakat untuk bertemu kembali, kala hatinya lebih baik.
Hari-hari setelahnya diliputi mendung. Dia nyaris lupa seperti apa rasanya tertawa dan tersenyum dengan riang. Tidur yang terputus-putus, dengan himpitan rasa sesak yang kadangkala timbul. Langkah-langkah lain yang terpikirpun mentok saat dicoba. Dengan apa mereka akan sanggup bertahan selain dengan bantuan dariNya?
Ya Rahman,
Tak ada suatu keburukan yang terjadi, melainkan karena kesalahan kami...
karena itu mohon ampunilah kami, untuk kesalahan yang tampak maupun tersembunyi
Mohon karuniakanlah kesabaran bagi kami...isilah tangki-tangki hati kami
dengan cinta, ketenangan, dan kesabaran, hingga ia tak pernah mengering karena sedotannya pada setiap masa.
Hiburlah kami dengan kebaikan dan hikmah di hari-hari selanjutnya, di dunia dan di akhirat...
Sesungguhnya, kami ingin menjadi orang yang sabar dan berserah diri...
aamiin...
Comments
semoga ALlah permudahkan urusan kamu berdua..
ameen
semoga selalu diberi yang terbaik,
diberi kemudahan, ketabahan dan kesabaran...
amiin...