Skip to main content

Cengeng

Saat ini, di malam terakhirnya di Indonesia sebelum kembali ke Maroko, dia mengunjungi keluargaku. Kembali ke Banjaran seorang diri setelah perpisahan tempo hari sepertinya cukup menyedihkan. Karena setiap sudut di sana akan bercerita tentang kenangan selama 19 hari kebersamaan kami. Ada kekakuan pada masa awal, ada canda, ada airmata bahagia, ada janji-janji yang terikrar, ada...

Aku saja yang hanya membayangkannya harus membiarkan butiran bening mengucur deras dari mataku.

Tapi dia harus melakukannya. Karena orangtuaku telah menjadi orangtuanya, dan restu mereka akan juga menjadi bekalannya saat kembali mengembara menuntut ilmu di tanah Afrika.

Aku berusaha membenahi hatiku. Menghentikan kecengengan yang telah terjadi. Aku memang telah berjanji untuk tegar, tapi tidak berjanji untuk tidak menangis. Tapi membayangkan kesedihan yang akan kemudian dirasainya, aku jadi tak rela. Aku harus ikhlas. Agar ia tidak resah. Agar tidurnya nyenyak, menyambut esok hari dengan gembira dan kekuatan prima untuk menempuh perjalanan pesawat berjam-jam.

Lebih baik ku berwudhu untuk kemudian menyibukkan diri dengan ruku dan sujud. Beristirahat, berharap mimpi indah. Sebelum nanti terjaga untuk kembali bersujud. Sujud-sujud malam sendirian, beserta sepenuh harapan bahwa satu saat dia akan kembali menjadi imamku.

Lantunkan kembali kepada sang pemilik hati, sepotong doa yang diajarkannya tempo hari:
Allahumma inni as-aluka li walizawjy ats sabaata wattawafiqa warrasyad

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R