Saat ini, di malam terakhirnya di Indonesia sebelum kembali ke Maroko, dia mengunjungi keluargaku. Kembali ke Banjaran seorang diri setelah perpisahan tempo hari sepertinya cukup menyedihkan. Karena setiap sudut di sana akan bercerita tentang kenangan selama 19 hari kebersamaan kami. Ada kekakuan pada masa awal, ada canda, ada airmata bahagia, ada janji-janji yang terikrar, ada...
Aku saja yang hanya membayangkannya harus membiarkan butiran bening mengucur deras dari mataku.
Tapi dia harus melakukannya. Karena orangtuaku telah menjadi orangtuanya, dan restu mereka akan juga menjadi bekalannya saat kembali mengembara menuntut ilmu di tanah Afrika.
Aku berusaha membenahi hatiku. Menghentikan kecengengan yang telah terjadi. Aku memang telah berjanji untuk tegar, tapi tidak berjanji untuk tidak menangis. Tapi membayangkan kesedihan yang akan kemudian dirasainya, aku jadi tak rela. Aku harus ikhlas. Agar ia tidak resah. Agar tidurnya nyenyak, menyambut esok hari dengan gembira dan kekuatan prima untuk menempuh perjalanan pesawat berjam-jam.
Lebih baik ku berwudhu untuk kemudian menyibukkan diri dengan ruku dan sujud. Beristirahat, berharap mimpi indah. Sebelum nanti terjaga untuk kembali bersujud. Sujud-sujud malam sendirian, beserta sepenuh harapan bahwa satu saat dia akan kembali menjadi imamku.
Lantunkan kembali kepada sang pemilik hati, sepotong doa yang diajarkannya tempo hari:
Allahumma inni as-aluka li walizawjy ats sabaata wattawafiqa warrasyad
Aku saja yang hanya membayangkannya harus membiarkan butiran bening mengucur deras dari mataku.
Tapi dia harus melakukannya. Karena orangtuaku telah menjadi orangtuanya, dan restu mereka akan juga menjadi bekalannya saat kembali mengembara menuntut ilmu di tanah Afrika.
Aku berusaha membenahi hatiku. Menghentikan kecengengan yang telah terjadi. Aku memang telah berjanji untuk tegar, tapi tidak berjanji untuk tidak menangis. Tapi membayangkan kesedihan yang akan kemudian dirasainya, aku jadi tak rela. Aku harus ikhlas. Agar ia tidak resah. Agar tidurnya nyenyak, menyambut esok hari dengan gembira dan kekuatan prima untuk menempuh perjalanan pesawat berjam-jam.
Lebih baik ku berwudhu untuk kemudian menyibukkan diri dengan ruku dan sujud. Beristirahat, berharap mimpi indah. Sebelum nanti terjaga untuk kembali bersujud. Sujud-sujud malam sendirian, beserta sepenuh harapan bahwa satu saat dia akan kembali menjadi imamku.
Lantunkan kembali kepada sang pemilik hati, sepotong doa yang diajarkannya tempo hari:
Allahumma inni as-aluka li walizawjy ats sabaata wattawafiqa warrasyad
Comments