Skip to main content

Puzzle 2 (parameter)

Prolog

Dia membaca tulisan 'Lelaki Itu' yang kubuat untuk ayahku menjelang ulang tahunnya yang ke 49. Lalu ia memintaku untuk membuat tulisan tentangnya. Belum genap sebulan aku mengenalnya, dan benar-benar bersamanya pun baru hanya 19 hari saja. Tak bisa dibandingkan dengan ayahku yang telah kukenal selama lebih dari seperempat abad.

Puzzle tentangnya di kepalaku masih belum mencukupi untuk menghasilkan sebuah tulisan. Jadi mungkin setelah berkali-kali menulis tentang hal-hal terkait pernikahan, aku akan bisa menulis tulisan itu. Tulisan ini langsung menjadi puzzle 2 karena 'Rahasia Hati' aku anggap puzzle 1.

Mungkin tulisan 'Lelaki Ini' yang kelak kubuat, nantinya akan mengalami banyak revisi, kala aku menemukan sisi-sisi lain, baik ataupun buruk pada hari-hari kami bersama kelak. Dan aku senantiasa berharap bahwa kami akan mampu melewatinya sebagai masa-masa pembelajaran menjadi hambaNya yang bertakwa. Kebaikan dan keburukan yang ada semoga senantiasa mengantarkan kami pada dua pilihan, sabar atau syukur.

---
Parameter

Beberapa orang memandang pernikahan sebagai jeratan baru yang membelenggu namun sekaligus membahagiakan. Barangkali karena seorang perempuan kemudian 'mengabdikan' dirinya menjadi istri dan ibu secara penuh. Dia melakukannya sepenuh hati, menjadi seolah 'budak' dengan imbalan cinta.

Maafkan bila analogi ini agak kasar.

Sebagian perempuan menjadikan pernikahan sebagai alat untuk memperoleh harta dan juga prestise. Sungguh kelasnya akan naik bila dia bisa menikahi seorang lelaki yang kaya, tampan, berpendidikan, dan semoga saja baik hati.

Tapi segala macam adat yang ada, yang bercerita tentang bagaimana istri harus bersikap atau suami bersikap, 'hanyalah' adat. Maksudnya kita tak bisa menjadikannya pegangan. Sebagai mahluk, mengintip dan memahami lebih dalam tentang apa yang diamanatkan sang Khalik akan lebih baik lagi. Misalnya apa itu pernikahan? Bagaimana interaksi suami-istri dan juga suami-istri itu dengan lingkungannya, dsb. Memahaminya lebih dalam akan membantu kita untuk mengkalibrasi diri kita sendiri dengan pasangan kita.

Misalnya, aku dan dia berasal dari lingkungan yang sangat berbeda. Latar belakang kesukuan, bahasa, pendidikan, lingkungan pergaulan, dsb. sangat berbeda. Banyak hal yang aku pikir sudah diketahui dan difahami banyak orang, ternyata benar-benar hal yang baru buatnya. Ketercengangannya dalam banyak hal membuatku tercengang.

Namun banyak perbedaan itu tak berarti banyak karena pada bagian-bagian yang prinsipil, rujukan kami sama. Yang kami baca adalah kitab-kitab yang sama, Quran dan sunnah, meskipun penjabarannya melalui buku yang berbeda. Dia buku-buku asli dan berbahasa arab, sementara aku buku-buku terjemahan. Hiks...

Misalnya dia faham, sebagai suami dia harus menjadi pemimpin dan bersikap baik pada keluarganya. Sebagai istri aku memahami bahwa aku harus taat dan senantiasa menyenangkannya. Seperti baud dan emur, nyambung dan klop.

Contoh lain dalam berhias. Adat mengajarkan, istri yang senantiasa diminta untuk tampil cantik di hadapan suami. Tapi Islam mengajarkan suami harus pula menjaga penampilan di hadapan istri, baik itu keharumannya maupun sisi kebersihan, dll. Ini membuat masing-masing pihak akan merasa nyaman tanpa ada yang merasa satu berbuat lebih dari pada yang lain.

Belum lagi contoh pada hal-hal yang lain, seperti tolong menolong dalam proses pembelajaran, ibadah, berbagi peran, dsb.

Mahasuci Allah yang telah memberikan petunjukNya
Dan semoga kita senantiasa diberi kemampuan dan kesungguhan untuk menetapinya
Amin...

Comments

sarah said…
iya Ries.. memang kan kalau Islam itu bersandarkan kepada 'unity within diversity'.. bersatu dalam kelainan..warna kulit, bangsa, bahasa..

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al Hujurat : 13)

best apa Ries.. dalam perbezaan itu lebih banyak ruang untuk berkenal.. lebih banyak yang mahu di pelajari.. difahami..

hehe..

all the best Ries.. teruskan perjalananmu.. *smile*

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R