Skip to main content

Receh [2]

Mestinya ini untuk edisi besok, tapi rasa hangatnya lebih baik ditularkan sekarang. Jadi besok libur yaa

Masih tentang uang...

---
Seorang perempuan menyusuri jalanan ramai di sudut-sudut kota Tokyo, menyelesaikan urusan demi urusan. Sudah lama ia tidak berjalan jauh. Di kampung halamannya dulu, berjalan kaki sendirian adalah salah satu aktivitas pencair penat di kepalanya, bila kepenatan itu tak bisa dicairkan dengan mencuci pakaian atau mengepel lantai. Mencairkan penat itu sama dengan membenahi hati dan mengkonstruksi pikiran.

Pikirannya mengembara, mencerna kejadian demi kejadian.

Hari ini dia baru saja bertemu dengan seorang kawan muda-yang dia sayangi, yang memberikan sebuah webcam kepadanya. Dan ahad lalu, dia dan teman-temannya juga menghadiahkan sebuah toaster untuk bekalnya berumah-tangga, sebagai hadiah pernikahan. Sabtu, sehari sebelumnya, seorang kawan lain-yang juga ia sayangi, meski belum telalu dekat karena keterbatasan bahasa, menghadiahkannya gamis cantik dengan kerudung yang serasi. Malam senin kemarin, kado-kado itu sampai terbawa mimpi...

Ya, kebaikan demi kebaikan ia terima. Khas sekali. Janji Allah itu senantiasa benar adanya. Kebaikan yang dilepas di jalan Allah akan berkempang menjadi tujuh, sepuluh...dan terus berlipat.

Masih diingatnya, beberapa hari yang lalu saat ia resah dengan sebuah proposal, antara memenuhi undangan infak atau tidak. Kebutuhannya, pos-pos infak yang telah sedikit dia penuhi, berpacu dengan kesempatan untuk beramal. Ia bimbang sangat, tapi ia tak tenang sampai akhirnya ia putuskan untuk memenuhi undangan itu.

Dan seperti yang ia alami berkali-kali, 'akibatnya' adalah bertubi-tubi kebaikan itu menerpanya. Membuat hatinya diliputi haru dan kesyukuran yang mendalam.

Tapi dirasakannya, di lubuk hatinya, ada rasa sedih yang menjalar, karena ia belum seperti Abdurrahman bin Auf r.a, yang menangis, menjerit kepada Allah, dan mengadu pada Rasulullah saw:

"Bila semua balasan kebaikan ini aku terima sekarang...masih adakah yang tersisa di akhirat nanti???"

Astaghfirullah...

Ya Robb, ya Malik...
janjiMu adalah benar. dan Engkau senantiasa menepati janji
pemberianMu itu karunia yang tak terhingga,
jadikan kami hamba yang bersyukur
dan senantiasa merindukan sebaik-baik balasan
di akhirat nanti..
ampunilah kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka
Amin...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar