"Ka..bagaimana perasaanmu berada berjauhan dengan suami?" Tiba-tiba saja seorang kawan di jakarta mengajukan pertanyaan itu.
"Hemm...ga enak yaa. Kepikiran mulu. Kebayang dimata"
Yup betul. Hal itu adalah hal yang cukup berat. Pikiran kita dipenuhi oleh hal-hal di luar apa yang kita kerjakan. Dikejar-kejar oleh bayangannya, dalam mimpi ataupun di luar mimpi, hati dipenuhi keinginan untuk bertemu atau sekedar mengontak, dsb. Kerinduan itu senantiasa menghentak-hentak jiwa. Rasa sesal kenapa harus berpisah juga kerap menghampiri.
Mungkin ini salah satu konsekuensi cinta...
Aku jadi berpikir tentang para mujahid itu. Mujahid di medan perang, maupun para mujahid di medan dakwah. Berkali-kali dan dalam selang waktu yang tidak sebentar mereka harus berpisah dengan keluarga. Keluarga konon adalah salah satu ujian bagi mereka untuk tetap tegar di jalan yang mereka pilih. Ujian perasaan dan pikiran.
Aku sendiri sempat nge-hang dengan beberapa amanah yang harus kutunaikan. Padahal sejak akhir Agustus sampai akhir September nanti tercatat dalam jadwal: empat kali pengajian rutin (hampir setiap pekan), temu ilmiah ppi-jepang (akhir pekan lalu), acara rekreasi keluarga (akhir pekan ini), tiga siaran untuk radio (setiap pekan, aku jadi penanggung jawab dan penyiar), juga summer camp untuk keluarga muslim berbagai bangsa(10 hari lagi, camp yg melibatkan seluruh anggota keluarga dan dibuat dalam tiga bahasa: indonesia, jepang, inggris), PR-PR tulisan yang belum satupun ditunaikan (FLP-Jepang berencana untuk membuat buku keroyokan), dan tentu saja kegiatan-kegiatan di lab yang di mulai satu-dua pekan sebelum kembali kuliah, dan tugas atau kegiatan organisasi lain semisal PPI dan Istecs.
Aku sempat 'amnesia' beberapa saat dan bingung mengambil sikap. Alhamdulillah rekan-rekan cekatan mengingatkan dan juga membackup. Tapi tetap saja aku masih belum bisa berbuat yang terbaik disana. Astaghfirullah...hiks...
Aku jadi berpikir dalam dan bisa sedikit lebih memaknai, betapa menakjubkannya pengorbanan bunda Hajar kala ditinggalkan nabi Ibrahim a.s. Kondisi hamil tua di tanah asing. Kerinduan akan kehadiran suami dan beratnya perpisahan itu sendiri, berpadu dengan kondisi diri dan lingkungan yang amat tidak ramah.
Lalu para umahat-umahat yang seringkali ditinggalkan suaminya berjaulah/kunjungan ke berbagai daerah. Mendidik anak-anak sendirian, mengatur keluarga secara mandiri. Subhanallah...
Aku jadi ingat, penggalan surat yang pernah kutulis sendiri saat dulu berproses
Beristri/bersuami seorang kader dakwah bukan perkara yang mudah. Hak-hak sebagai suami atau istri sebagian akan `terampas`. Ada umat yang harus diurus, ada waktu yang terbagi, ada konsentrasi yang harus terpecah, ada urusan yang harus dituntaskan, dll. Jika ada salah satu yang tidak paham, barangkali pertengkaran-pertengkaran akan menghiasi rumahtangga tersebut. Tapi jika dua-duanya adalah kader dakwah, maka keduanya akan belajar bersabar. Mungkin pahit, mungkin getir, mungkin ada banyak persoalan yang membetot-betot urat saraf karena sangat menuntut kesabaran dan saling memahami, tapi semuanya terasa indah karena satunya tujuan dan cita-cita. Bahwa hak-hak itu tidak dirampas, melainkan disimpan sementara untuk kemudian dinikmati bersama di jannahNya.
Konsekuensi yang dulu hanya menjadi teori, lalu kemudian harus dirasakan sendiri.
Dan aku hanya berharap, semoga upaya menuntut ilmu di negeri yang berbeda, yang dua-duanya diniatkan untuk perbaikan diri dan umat, beserta aktivitas-aktivitas dakwah yang melengkapinya, adalah bagian dari jihad kami. Sehingga kami dapat berharap akan rahmat dan pertolongan Allah.
Tak ada yang sulit bagi apa yang Allah mudahkan.
Allah akan menguatkan kami yang awalnya lemah dan tak berdaya.
Mudah-mudahan perpisahan sementara ini akan membuat kami lebih mensyukuri setiap pertemuan-pertemuan yang nanti ada. Menjadi pengingat yang yang baik, kala ketegangan-ketegangan muncul. Menjadi tarbiyah bagi jiwa, menguatkan diri agar ia mampu untuk lebih tegar menghadang segala ujian yang akan datang.
Ya Rahman
karuniakan kesabaran dan kekuatan yang berlimpah untuk kami semua: setiap hambamu yang terpisah oleh ruang dan waktu dengan pasangan-pasangannya,
agar senantiasa berada dalam ketaatan hanya kepadaMu,
pertemukanlah kami dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya
Dan kutitipkan ia padaMu saja
hiburlah dia dikala sedih, kuatkan dia dikala lemah,
tenangkan dia dikala resah,
teguhkan hatinya dalam pengabdian yang ikhlas hanya kepadaMu
mampukan dia untuk mengikhtiarkan yang terbaik
agar cita-cita dan rencana kami dapat terwujud...
Amin...
"Hemm...ga enak yaa. Kepikiran mulu. Kebayang dimata"
Yup betul. Hal itu adalah hal yang cukup berat. Pikiran kita dipenuhi oleh hal-hal di luar apa yang kita kerjakan. Dikejar-kejar oleh bayangannya, dalam mimpi ataupun di luar mimpi, hati dipenuhi keinginan untuk bertemu atau sekedar mengontak, dsb. Kerinduan itu senantiasa menghentak-hentak jiwa. Rasa sesal kenapa harus berpisah juga kerap menghampiri.
Mungkin ini salah satu konsekuensi cinta...
Aku jadi berpikir tentang para mujahid itu. Mujahid di medan perang, maupun para mujahid di medan dakwah. Berkali-kali dan dalam selang waktu yang tidak sebentar mereka harus berpisah dengan keluarga. Keluarga konon adalah salah satu ujian bagi mereka untuk tetap tegar di jalan yang mereka pilih. Ujian perasaan dan pikiran.
Aku sendiri sempat nge-hang dengan beberapa amanah yang harus kutunaikan. Padahal sejak akhir Agustus sampai akhir September nanti tercatat dalam jadwal: empat kali pengajian rutin (hampir setiap pekan), temu ilmiah ppi-jepang (akhir pekan lalu), acara rekreasi keluarga (akhir pekan ini), tiga siaran untuk radio (setiap pekan, aku jadi penanggung jawab dan penyiar), juga summer camp untuk keluarga muslim berbagai bangsa(10 hari lagi, camp yg melibatkan seluruh anggota keluarga dan dibuat dalam tiga bahasa: indonesia, jepang, inggris), PR-PR tulisan yang belum satupun ditunaikan (FLP-Jepang berencana untuk membuat buku keroyokan), dan tentu saja kegiatan-kegiatan di lab yang di mulai satu-dua pekan sebelum kembali kuliah, dan tugas atau kegiatan organisasi lain semisal PPI dan Istecs.
Aku sempat 'amnesia' beberapa saat dan bingung mengambil sikap. Alhamdulillah rekan-rekan cekatan mengingatkan dan juga membackup. Tapi tetap saja aku masih belum bisa berbuat yang terbaik disana. Astaghfirullah...hiks...
Aku jadi berpikir dalam dan bisa sedikit lebih memaknai, betapa menakjubkannya pengorbanan bunda Hajar kala ditinggalkan nabi Ibrahim a.s. Kondisi hamil tua di tanah asing. Kerinduan akan kehadiran suami dan beratnya perpisahan itu sendiri, berpadu dengan kondisi diri dan lingkungan yang amat tidak ramah.
Lalu para umahat-umahat yang seringkali ditinggalkan suaminya berjaulah/kunjungan ke berbagai daerah. Mendidik anak-anak sendirian, mengatur keluarga secara mandiri. Subhanallah...
Aku jadi ingat, penggalan surat yang pernah kutulis sendiri saat dulu berproses
Beristri/bersuami seorang kader dakwah bukan perkara yang mudah. Hak-hak sebagai suami atau istri sebagian akan `terampas`. Ada umat yang harus diurus, ada waktu yang terbagi, ada konsentrasi yang harus terpecah, ada urusan yang harus dituntaskan, dll. Jika ada salah satu yang tidak paham, barangkali pertengkaran-pertengkaran akan menghiasi rumahtangga tersebut. Tapi jika dua-duanya adalah kader dakwah, maka keduanya akan belajar bersabar. Mungkin pahit, mungkin getir, mungkin ada banyak persoalan yang membetot-betot urat saraf karena sangat menuntut kesabaran dan saling memahami, tapi semuanya terasa indah karena satunya tujuan dan cita-cita. Bahwa hak-hak itu tidak dirampas, melainkan disimpan sementara untuk kemudian dinikmati bersama di jannahNya.
Konsekuensi yang dulu hanya menjadi teori, lalu kemudian harus dirasakan sendiri.
Dan aku hanya berharap, semoga upaya menuntut ilmu di negeri yang berbeda, yang dua-duanya diniatkan untuk perbaikan diri dan umat, beserta aktivitas-aktivitas dakwah yang melengkapinya, adalah bagian dari jihad kami. Sehingga kami dapat berharap akan rahmat dan pertolongan Allah.
Tak ada yang sulit bagi apa yang Allah mudahkan.
Allah akan menguatkan kami yang awalnya lemah dan tak berdaya.
Mudah-mudahan perpisahan sementara ini akan membuat kami lebih mensyukuri setiap pertemuan-pertemuan yang nanti ada. Menjadi pengingat yang yang baik, kala ketegangan-ketegangan muncul. Menjadi tarbiyah bagi jiwa, menguatkan diri agar ia mampu untuk lebih tegar menghadang segala ujian yang akan datang.
Ya Rahman
karuniakan kesabaran dan kekuatan yang berlimpah untuk kami semua: setiap hambamu yang terpisah oleh ruang dan waktu dengan pasangan-pasangannya,
agar senantiasa berada dalam ketaatan hanya kepadaMu,
pertemukanlah kami dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya
Dan kutitipkan ia padaMu saja
hiburlah dia dikala sedih, kuatkan dia dikala lemah,
tenangkan dia dikala resah,
teguhkan hatinya dalam pengabdian yang ikhlas hanya kepadaMu
mampukan dia untuk mengikhtiarkan yang terbaik
agar cita-cita dan rencana kami dapat terwujud...
Amin...
Comments