Skip to main content

Puzzle 3 (Pada ruang dan waktu yang berbeda)

"Ka..bagaimana perasaanmu berada berjauhan dengan suami?" Tiba-tiba saja seorang kawan di jakarta mengajukan pertanyaan itu.

"Hemm...ga enak yaa. Kepikiran mulu. Kebayang dimata"

Yup betul. Hal itu adalah hal yang cukup berat. Pikiran kita dipenuhi oleh hal-hal di luar apa yang kita kerjakan. Dikejar-kejar oleh bayangannya, dalam mimpi ataupun di luar mimpi, hati dipenuhi keinginan untuk bertemu atau sekedar mengontak, dsb. Kerinduan itu senantiasa menghentak-hentak jiwa. Rasa sesal kenapa harus berpisah juga kerap menghampiri.

Mungkin ini salah satu konsekuensi cinta...

Aku jadi berpikir tentang para mujahid itu. Mujahid di medan perang, maupun para mujahid di medan dakwah. Berkali-kali dan dalam selang waktu yang tidak sebentar mereka harus berpisah dengan keluarga. Keluarga konon adalah salah satu ujian bagi mereka untuk tetap tegar di jalan yang mereka pilih. Ujian perasaan dan pikiran.

Aku sendiri sempat nge-hang dengan beberapa amanah yang harus kutunaikan. Padahal sejak akhir Agustus sampai akhir September nanti tercatat dalam jadwal: empat kali pengajian rutin (hampir setiap pekan), temu ilmiah ppi-jepang (akhir pekan lalu), acara rekreasi keluarga (akhir pekan ini), tiga siaran untuk radio (setiap pekan, aku jadi penanggung jawab dan penyiar), juga summer camp untuk keluarga muslim berbagai bangsa(10 hari lagi, camp yg melibatkan seluruh anggota keluarga dan dibuat dalam tiga bahasa: indonesia, jepang, inggris), PR-PR tulisan yang belum satupun ditunaikan (FLP-Jepang berencana untuk membuat buku keroyokan), dan tentu saja kegiatan-kegiatan di lab yang di mulai satu-dua pekan sebelum kembali kuliah, dan tugas atau kegiatan organisasi lain semisal PPI dan Istecs.

Aku sempat 'amnesia' beberapa saat dan bingung mengambil sikap. Alhamdulillah rekan-rekan cekatan mengingatkan dan juga membackup. Tapi tetap saja aku masih belum bisa berbuat yang terbaik disana. Astaghfirullah...hiks...

Aku jadi berpikir dalam dan bisa sedikit lebih memaknai, betapa menakjubkannya pengorbanan bunda Hajar kala ditinggalkan nabi Ibrahim a.s. Kondisi hamil tua di tanah asing. Kerinduan akan kehadiran suami dan beratnya perpisahan itu sendiri, berpadu dengan kondisi diri dan lingkungan yang amat tidak ramah.

Lalu para umahat-umahat yang seringkali ditinggalkan suaminya berjaulah/kunjungan ke berbagai daerah. Mendidik anak-anak sendirian, mengatur keluarga secara mandiri. Subhanallah...

Aku jadi ingat, penggalan surat yang pernah kutulis sendiri saat dulu berproses

Beristri/bersuami seorang kader dakwah bukan perkara yang mudah. Hak-hak sebagai suami atau istri sebagian akan `terampas`. Ada umat yang harus diurus, ada waktu yang terbagi, ada konsentrasi yang harus terpecah, ada urusan yang harus dituntaskan, dll. Jika ada salah satu yang tidak paham, barangkali pertengkaran-pertengkaran akan menghiasi rumahtangga tersebut. Tapi jika dua-duanya adalah kader dakwah, maka keduanya akan belajar bersabar. Mungkin pahit, mungkin getir, mungkin ada banyak persoalan yang membetot-betot urat saraf karena sangat menuntut kesabaran dan saling memahami, tapi semuanya terasa indah karena satunya tujuan dan cita-cita. Bahwa hak-hak itu tidak dirampas, melainkan disimpan sementara untuk kemudian dinikmati bersama di jannahNya.

Konsekuensi yang dulu hanya menjadi teori, lalu kemudian harus dirasakan sendiri.

Dan aku hanya berharap, semoga upaya menuntut ilmu di negeri yang berbeda, yang dua-duanya diniatkan untuk perbaikan diri dan umat, beserta aktivitas-aktivitas dakwah yang melengkapinya, adalah bagian dari jihad kami. Sehingga kami dapat berharap akan rahmat dan pertolongan Allah.

Tak ada yang sulit bagi apa yang Allah mudahkan.
Allah akan menguatkan kami yang awalnya lemah dan tak berdaya.

Mudah-mudahan perpisahan sementara ini akan membuat kami lebih mensyukuri setiap pertemuan-pertemuan yang nanti ada. Menjadi pengingat yang yang baik, kala ketegangan-ketegangan muncul. Menjadi tarbiyah bagi jiwa, menguatkan diri agar ia mampu untuk lebih tegar menghadang segala ujian yang akan datang.

Ya Rahman
karuniakan kesabaran dan kekuatan yang berlimpah untuk kami semua: setiap hambamu yang terpisah oleh ruang dan waktu dengan pasangan-pasangannya,
agar senantiasa berada dalam ketaatan hanya kepadaMu,
pertemukanlah kami dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya

Dan kutitipkan ia padaMu saja
hiburlah dia dikala sedih, kuatkan dia dikala lemah,
tenangkan dia dikala resah,
teguhkan hatinya dalam pengabdian yang ikhlas hanya kepadaMu
mampukan dia untuk mengikhtiarkan yang terbaik
agar cita-cita dan rencana kami dapat terwujud...

Amin...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar