Skip to main content

Putus

**ga jadi libur**

Bulan september ini ada tiga kabar kematian tentang ibu yang saya dengar, dan tiga kabar bapak, dan sisanya entah siapa. Bertubi-tubi.

Lalu dua tiga hari ini menjelang tidur, saya sering merasa nafas ini akan habis. Jantung berdebar... Kadang saya merasa, mungkin esok tak bangun lagi. Kematian seperti mengejar-ngejar saya dan menghimpit jiwa dengan caranya.

Saya jadi ngeri membayangkan hutang-hutang yang belum terbayar, amanah yang belum tertunaikan dengan semestinya, dosa-dosa yang belum dimintakan ampunan, baik kepada sesama manusia maupun kepadaNya. Saya merinding, takut. Takut ada yang terlewat, takut ada yang tak terampuni, takut ada yang tak termaafkan.

Saya berpikir tentang surat wasiat, dan mungkin saya harus segera membuatnya. Tapi seperti apakah isinya? Kalau saya meninggal di kamar ini, siapa yang akan menemukan saya? Disini, privacy sangat terjaga. Jarang ada orang yang datang ke kamar yang lain. Paling sesama orang indonesia saja yang kunjung-mengunjungi, atau kawan yang sangat dekat.

Menulis ini saya makin merinding...

Lebih merinding lagi membayangkan kematian seperti apa yang akan saya miliki. Duuh...bukankah banyak orang-orang yang di dunianya yang beramalan seperti ahli syurga tapi ternyata dia terjerumus ke dalam neraka. Bagaimana dengan orang seperti saya, amalan seadanya, dosa saja yang banyak ditabung.

Sungguh...kalaupun banyak manusia melihat kebaikan pada diri ini, itu adalah karuniaNya, dan Ia juga yang telah menutupi banyak sekali aib dan keburukan saya...

Duh Gusti...saya takut...
tolong selamatkan saya dari murkaMu...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R