Skip to main content

Fiksi Sejarah

Dua hari ini, di sela-sela persiapan menuju Summer Camp, aku terjebak oleh sebuah novel. Novel yang ditulis Dan Brown dengan judul Da Vinci Code. Buku yang menarik, karena dia adalah cerita petualangan yang kaya akan pengetahuan matematik, sejarah, agama, dan seni.

Aku tahu betul bahwa saat aku membaca sebuah novel atau cerpen dan sejenisnya, aku akan terserat dan terjebak untuk meneruskannya sampai selesai. Akibatnya pekerjaan-pekerjaan yang sudah diagendakan menjadi terbengkalai. Hanya agenda-agenda yang penting dan mendesak saja yang masih aku prioritaskan. Yang bisa belakangan ya dibelakangkan.

Apalagi, novel berbahasa Inggris membutuhkan waktu baca dua-tiga kali lebih lama daripada Novel berbahasa Indonesia. Sebagai ilustrasi, aku bisa membaca novel Indonesia setebal 4-5cm dalam waktu sekitar 4-6jam, namun untuk yang berbahasa inggris sekitar 10-12jam. Tentu saja dengan tidak menghitung waktu jeda-jeda ibadah mahdah maupun rapat atau kegiatan lain yang ada di antaranya.

Karenanya harus aku cukup selektif memilih novel yang kubaca. Hanya novel-novel bereferensi kuat yang boleh dekat dengan jangkauan tanganku. Misalnya the Goal, novel tentang management yang direferensikan sensei (dan dia sendiri yang meminjamkan copy-nya kepadaku) atau buku yang aku tamatkan ini.

Referensi buku ini aku dapatkan dari banyak orang, salah satunya yang meminjamkan. Hehe... Awalnya aku agak kerepotan membacanya, gesekan statis dalam membaca buku-buku berbahasa asing cukup besar, dan sering membuatku ingin menyerah. Tapi setelah melewati 5-10 halaman, aku akan mulai larut dalam imajinasi.

Sampai disini aku jadi agak bingung, sebenarnya apa yang ingin aku bagi yaa... Hemm... Ohya, bagian utama cerita dalam novel ini adalah penyingkapan kasus pembunuhan yang agak rumit dengan bumbu-bumbu yang agak banyak dan membuatku mengerut-ngerutkan kening. Fibonacci, Phi, Jesus, Mary Madgalena, Leonardo da Vinci, Isaac Newton, dll. dipaparkan dengan cara yang menarik. Membuat kita belajar banyak tanpa merasa bosan.

Aku tak tahu dan belum mengecek dengan pasti kebenaran yang ada, karena memang aku tidak begitu tertarik dengan hal-hal terkait seni, pendalaman tentang paganisme, dsb.

Namun ada beberapa hal yang kemudian terekam dalam benakku, yaitu:
- matematika -
matematika itu menakjubkan, aku jadi mengangeni kegilaanku terhadap angka-angka
angka-angka itu yang dulu membuatku merasakan kebesaranNya

- sejarah -
betapa mudahnya sejarah itu dimanipulasi oleh yang berkuasa, membuat kita memang harus senantiasa tabayyun/cek dan re-cek, merefer pada referensi yang benar.
metode belajar talaqqi itu memang punya keuntungan yang sangat besar dalam menjaga orisinalitas

- agama -
menambah keyakinan bahwa agama yang orisinil itu memang hanya Islam. fakta-fakta menunjukkan bahwa semua agama saat ini, kecuali Islam, adalah rekayasa manusia. artinya banyak fakta yang dipaparkan bahwa orisinilitasnya sebagai agama yang bersumber dari Tuhan diragukan.
namun bila kita tak pandai menggali, meneguhkan keyakinan, bukan tak mungkin kalau keyakinan kita akan menjadi rapuh dan memahami Islam bukan pada sisi yang semestinya

--

Hemm...aku kadang masih malas untuk mendalami masalah ini. Aku juga jarang menemukan rekanan perempuan yang tertarik pada sejarah seperti ini, sehingga aku masih jarang sekali mempelajarinya dan mendiskusikannya dengan orang-orang.

Tapi di pengajian rutin, ada seorang muslimah jepang yang tertarik dengan hal-hal seperti ini. Dia sendiri merasa ragu dengan agamanya semula terkait masalah ini, hingga memutuskan untuk bersyahadat tahun lalu. Subhanallah. Meski aku membahas sedikit saja tentang sejarah atau perbandingan agama, tapi dia lah salah satu yang aktif menanggapi.

Mungkin aku harus lebih banyak membuka pikiranku tentang ini. Membuka kepedulian pada kebenaran dan mewariskannya pada generasi ke generasi. Kebutuhan akan keterampilan menyampaikan kebenaran hampir sama besarnya dengan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami kebenaran itu sendiri.

Islam akan ditemukan banyak orang dari berbagai sisi, selain kelembutan hati, kemuliaan akhlaq, dan kesadaran akan fenomena alam, pengetahuan yang luas, jernih dan komperhensif juga akan menjadi pintu hidayah.

Semoga...

Comments

iugee said…
Ngomong-ngomong soal baca novel, sekitar satu bulan yang lalu saya membaca novelnya Sidney Sheldon. Padahal sejak SMU saya sempet bertaubat ngga baca Novel lagi.

Tapi sialnya terulang lagi, seorang client saya merekomendasikan novel tersebut, seperti pembaca novel biasanya saya membacanya dengan exciting, makan waktu. Dan tebak apa yg terjadi. rasa exciting saya berakhir bersamaan dengan halaman terakhir yg saya baca. Novel ditutup dan rasa sesal datang. Hanya untuk exciting sesaat saya harus baca Novel ini begitu lama :D.

Damn i did the same mistake!.

Buat saya, Novel itu tidak memberikan inspirasi apapun kecuali sedikit saja (pengetahuan yang di share oleh sang penulis). dan sisanya adalah imajinasi sang penulis. biasanya saya gagap kalo abis baca Novel.. do not know what to do.

Jadi sampai saat ini saya memutuskan untuk tetap menjadi pembaca oportunis, membaca hanya apa yg dibutuhkan. he he he

just an opinion

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar