"Ayo cerita bunda...Fa juga ikutan pengen tahu." Ujar Fatimah yang dengan cekatan mengisi gelas-gelas kosong bunda dan Aisya, kakak perempuan semata wayangnya.
Bunda tertawa kecil. Lalu mulai bercerita...
"Teteh hadir di rahim bunda, hanya selang sebulan setelah bunda menikah dengan ayah. Masih ingat, kan? Kalau bunda nikah sama ayah selagi kuliah. Usia bunda tak lebih dari 20 tahun."
"Bagaimana aku waktu itu, Nda?"
"Alhamdulillah...segalanya normal. Yang aga berat di masa-masa awal, mual-mual yang sangat berat. Sulit sekali makanan masuk, sampai bunda sempat diinfus."
"Pasti bunda repot sekali yaa..."
"Iyah, inginnya tidur...malas sekali pergi, termasuk belajar atau pun kuliah. Apalagi setelah lahirpun agak teteh sempat sakit. Sampai pergi ke rumah sakit tiap hari untuk perawatan."
Ada yang berubah pada air muka Aisya. "Karena itukah bunda tak sampai menyelesaikan kuliahnya?" Katanya pelan.
Bunda tersenyum.
"Kalau Fafa, Nda?"
"Alhamdulillah, tak banyak masalah. Lancar dan sehat. Bunda makan dengan lahap, sedikit saja mualnya. Bunda masih sempat mengerjakan banyak hal."
"Wah...syukurlah, Fa sedih sekali kalau membuat bunda susah. Bawa-bawa bayi dalam perut saja sudah berat, apalagi dengan banyak pernak-perniknya." Ujar Fa dengan berseri-seri.
Bunda tersenyum.
Mereka tak menyadari muka Aisya yang semakin menunduk sedih. Ditahannya butiran air mata yang mendesak-desak ingin keluar. Tapi tak lama, ia berhasil menguasai perasaannya. Obrolan bersama sarapan babak dua pun berlanjut
Bunda tertawa kecil. Lalu mulai bercerita...
"Teteh hadir di rahim bunda, hanya selang sebulan setelah bunda menikah dengan ayah. Masih ingat, kan? Kalau bunda nikah sama ayah selagi kuliah. Usia bunda tak lebih dari 20 tahun."
"Bagaimana aku waktu itu, Nda?"
"Alhamdulillah...segalanya normal. Yang aga berat di masa-masa awal, mual-mual yang sangat berat. Sulit sekali makanan masuk, sampai bunda sempat diinfus."
"Pasti bunda repot sekali yaa..."
"Iyah, inginnya tidur...malas sekali pergi, termasuk belajar atau pun kuliah. Apalagi setelah lahirpun agak teteh sempat sakit. Sampai pergi ke rumah sakit tiap hari untuk perawatan."
Ada yang berubah pada air muka Aisya. "Karena itukah bunda tak sampai menyelesaikan kuliahnya?" Katanya pelan.
Bunda tersenyum.
"Kalau Fafa, Nda?"
"Alhamdulillah, tak banyak masalah. Lancar dan sehat. Bunda makan dengan lahap, sedikit saja mualnya. Bunda masih sempat mengerjakan banyak hal."
"Wah...syukurlah, Fa sedih sekali kalau membuat bunda susah. Bawa-bawa bayi dalam perut saja sudah berat, apalagi dengan banyak pernak-perniknya." Ujar Fa dengan berseri-seri.
Bunda tersenyum.
Mereka tak menyadari muka Aisya yang semakin menunduk sedih. Ditahannya butiran air mata yang mendesak-desak ingin keluar. Tapi tak lama, ia berhasil menguasai perasaannya. Obrolan bersama sarapan babak dua pun berlanjut
Comments