Skip to main content

Kreatif [4]

Bila bingung, boleh diintip
kreatif 1
kreatif 2
kreatif 3

Setelah energi kreativitas itu terbangkitkan, maka energi itu pun harus dijaga. Bagaimana menjaganya? Dengan membangun kebiasaan-kebiasaan positif, seperti:
1. Mengontrol jadwal sehari-hari
Kita sebaiknya mengontrol jadwal, dan tidak dikontrol oleh jadwal. Ada saat dimana kita sedang penuh energi untuk mengerjakan sesuatu, tapi waktu makan telah tiba. Jam makan tak harus sama dengan yang lain, tapi bisa disesuaikan dengan ritme tubuh. Misalnya tak perlu mematuhi jam makan yang umum, bila lapar itu adanya menjelang dhuhur, dan setelah ashar.

2. Buat waktu untuk refleksi dan relaksasi
Secara pribadi, saya merasa terbantu sekali dengan waktu-waktu sholat yang ada. Saat di kampus yang lumayan menegangkan syaraf, dengan sholat kita bisa beristirahat. Belum lagi saat pulang ke rumah. Ada masa, dimana kelelahan itu bisa hilang bukan dengan tidur, tapi dengan mengambil wudhu, lalu ruku dan sujud.
Muhasabah diujung hari juga sangat dianjurkan, untuk mengukur posisi diri dengan peta yang kita punya. Agar kesalahan tak sampai berlarut.

3. Bentuk ruang sendiri
Kita harus mengenali ruang sekitar/lingkungan seperti apa yang mendukung kreaativitas kita. Apakah udara pedesaan nan sejuk? Atau hiruk pikuk perkotaan? Apakah ruangan yang lapang tanpa banyak barang (semua di lemari tertutup)? Atau ruang dengan semua barang terlihat? Apakah kecil, atau besar? Dekorasi tradisional atau modern?

4. Temukan apa yang disukai dan dibenci dalam hidup
Intinya mengenali perasaan sendiri

5. Mulai melakukan lebih banyak dari yang disukai daripada yang tak disukai

**masih menyuplik dan menerjemahkan dengan bebas isi buku yang sama**

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar