Skip to main content

Bunga

Suatu hari di jalan mutiara...

Bunda mengoleskan selai kacang di atas roti, lalu menaburkan coklat, sebelum kemudian menambahkan susu kental manis. Roti coklat-kacang kegemaran Aisya. Lalu membuka botol selai lain, untuk roti Fatimah.

"Aih bunda...fafa saja yang buat..." si bungsu Fatimah terlihat melangkah turun menuruni tangga. Tangannya sigap mengambil alih pekerjaan bunda yang sudah separuh jalan.

Bunda hanya tersenyum, lalu beralih menyiapkan susu sambil memanggil si sulung yang masih terdengar gedebak-gedebuk di atas. Tak lama, sambil masih merapikan rambut dengan jari, yang dipanggilpun muncul, duduk manis, siap sarapan.

Ritual pagi mereka bertiga pun segera dimulai. Bedanya, kali ini mereka boleh mengobrol lebih lama, karena hari ini libur.

"Fa, baca postingan baru di blognya mba wia ga? Bagus banget loh..."

"Ohya? Tentang apa?"

"Tentang anaknya yang baru belajar makan. Lucu banget deh"

"Waa...belum. Ntaran deh aku liat."

"Seru juga ya, ngeliat senior kita yang dah pada nikah, trus nyeritain gimana mereka punya anak, dsb."

"Wah..anak bunda dah pengen nih jangan-jangan." Bunda menimpali pembicaraan dua anak gadisnya yang masih smu itu.

"Ohya, apa itu blog?" Tanyanya lagi.

"Kayak web gitu, Nda. Isinya kayak jurnal/diari. Enak gampang diupdate. Disitu itu mba-mba, terutama yang lagi merantau di luar negeri pada cerita tentang kehidupan mereka, terutama anak-anak mereka. Ada yang nulis dari jaman hamil, sampe anak-anaknya pada gede. Jadi kita-kita bisa tahu dan baca.

Eh lagian bunda, aku sih bukan pengen nikahnya...aku malah penasaran. Kalo mba-mba itu bisa mencatat kejadian-kejadian tentang anaknya, aku jadi pengen tahu waktu aku dulu gimana...Jaman dulu kan ga ada blog, jadi aku harus tanya bunda"

Bunda tercenung. Seperti apa blog yang dikatakan Aisya itu yaa... Tapi kemudian pikirannya menerawang, bernostalgia, tentang dua bidadarinya saat mereka masih dalam buaian.

Comments

Zubia and Yusuf's Mom said…
tante Rieska, alahmdulillah zubia dah baikan, jazakillah doanya yah. Itu cerita tentang sapa sih tante? (telmi gini yak) atau cuma cerpen?
rieska oktavia said…
alhamdulillah
ogenki nee (smoga sehat selalu yaa...)

itu fiksi ^_^
maaf ya, nulisnya loncat-loncat terus...

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...