Skip to main content

Puzzle 16 [Getaran]

Kringggg...

Assalamu alaikum...
Waalaikumussalam wrwb
Apa kabar, De?
Alhamdulillah baik. Kaka?
Alhamdulillah...
...[sepotong dua potong percakapan]
Dah dulu yaa
[diam]
Masih kangen yaa?
Iya [malu, mata yang berkaca, hati bergetar]
Sama...
Gpp, udahan juga. Biar hemat pulsa...
Iya...
[salam dan telp pun ditutup]

Getaran dan deburan jantung masih dirasakan perempuan beberapa saat setelah gagang telepon diletakkan kembali. Memang, di saat berjauhan, sekian detik pertemuan menjadi luar biasa artinya. Imel, surat pos, YM, dan tentu saja: telepon, menjadi sarana melepas rindu.

Lalu rabu sore ini, lelaki itu mengirim e-mail, mengabarkan ia tengah transit di Cangi, Singapura, dan segera tiba di Jakarta. Sehari sebelumnya ia telah bertolak dari Jeddah.

Menghitung hari, dalam bilangan delapan, bentangan jarak bisa digulung lagi. Insya Allah

Seperti apa rasa menghabiskan separuh waktu dengannya? Saat ia tak hanya ada dalam mimpi, sepotong wajah di layar komputer, alunan suara di telepon, atau baris demi baris kalimat pada dua buah surat yang ditulisnya di tanah suci.

Kerinduan itu sangat aneh. Berat. Tapi lama-lama, diam-diam, ia menikmati getaran hati, yang hadir pada jenak-jenak 'pertemuannya' selama ini. Dengan pertemuan sepanjang waktu, apakah getaran itu akan senantiasa hadir, atau justru bersalin rupa menjadi percikan-percikan marah karena gesekan-gesekan yang akan semakin sering terjadi?

Perempuan itu mencari di kedalaman hatinya. Antara bahagia dan haru yang bercampur dengan sedikit kecemasan. Dulu pada 19 hari pertama, ada bunda yang mengingatkan tugas-tugasnya. Teriakan pagi, tentang minuman yang harus disiapkan, baju yang disetrika, serta apa saja, yang ia belum refleks mengerjakannya. Juga ada tante/uwa yang rajin menasihatinya, serta nenek yang senantiasa mendukungnya.

Di rumah sendiri, hanya berdua?

Tidak, sayang. Tidak hanya berdua. Ada Allah, yang senantiasa mengirimkan bantuanNya, langsung ataupun melalui banyak perantara. Mba-mba, rekan-rekan, dan semua sarana untuk menjaring cahayaNya. Ia bisa mengundang sebanyak mungkin malaikat untuk hadir rumah kecil itu, dan mengharapkanNya memberkahi dengan cahaya Al Quran.

Kemauan yang kuat dan petunjukNya adalah kuncinya. Bukankah menjadi istri sholihat adalah idamannya, dan sekaranglah saat memulainya kembali.

Bismillah...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R