Skip to main content

PertamaKuBerjumpa

Anda percaya, bahwa pengalaman pertama tak pernah terlupakan?

Aku percaya. Karena pengalaman selama ini, membuktikan hal itu.

Bayangkan, seorang remaja yang baru tiga tahun sebelumnya lulus SD, dengan penampilannya berantakan karena kecuekannya selain baju baru yang hanya dibeli setahun sekali (saat lebaran, red).

Satu-satunya yang boleh sedikit dibanggakan-atas karunia Allah SWT- dia bisa meraih peringkat ke-3 NEM se-sekolahnya. Sehingga ia berani untuk kembali bergabung dengan sekolah (negeri) nomor satu di kotanya. Berharap bahwa atribut yang tak dimilikinya tak akan menghalanginya untuk mencari ilmu.

Selain terkenal, di sekeliling sekolah itu ada banyak pohon rindang yang meneduhkan. Berbaris rapi di sisi jalan, dan pada musim tertentu akan menghasilkan biji-bijian, yang kadang dipungut dan dimainkannya beserta kawan-kawannya.

Ternyata saat ia masuk, ada keteduhan lebih yang ditawarkan sekolah itu. Sebarisan muslimah dengan jilbab lebar yang senantiasa tersennyum. Menyapa, mengajaknya bicara. Ia yang memang tak pandai memulai obrolan.

Mereka tak menilai kita berdasarkan pada merk baju, tas, ataupun sepatu. Menerima dengan terbuka pendatang baru yang anggun ataupun tomboy. Yang manis, ataupun masih ajaib. Yang rajin, ataupun malas.

Tak hanya itu, pada pertemuan pekanan, saat para siswa putra jumatan, mereka membentuk kelompok-kelompok. Membuat taman-taman syurga di kelas-kelas. Belajar mengaji dan mengkaji isi kitab suci. Ia diingatkan, tentang Allah yang dekat dan senantiasa siap menerima pinta, tanpa perantara. Ia juga dikejutkan, dengan kabar betapa menyeluruhnya agama yang selama ini dipeluknya. Bahwa mestinya ia diamalkan tak hanya di dalam rumah ibadah, tapi juga di sekolah, di toko, di pasar, di kantor, di mana saja.

Agama itu mengatur kita tak hanya untuk memperbanyak diri dengan ruku, sujud, puasa, zikir dan tilawah, tapi juga memperluas kemanfaatan pada sesama. Membuat semakin banyak orang merasakan arti kehadiran kita.

Mereka, tak hanya berbicara, atau tebar pesona disaat pertama saja. Pada masa-masa selanjutnya, dalam interaksi, terasakan, bahwa nilai-nilai itu pun berusaha dibangun pada diri mereka.

Saat ia menghilangkan beberapa majalah yang ia pinjam dari salah seorang teteh, dan ia menemuinya untuk meminta maaf, teteh itu hanya tersenyum, dan berkata,

"Alhamdulillah, tak apa-apa. Tak usah diganti"

Ia menatapnya dalam, mencari kebenaran ucapan. Dipikirnya, nasihat tentang tanggung jawab, dsb. akan didengarnya. Tapi ternyata tidak. Air mukanya tetap cerah, senyum itu tetap ada di wajah teduh itu.

Kali lain, dengan teteh yang lain. Ia diajak bicara berdua. Membahas kaki yang tak berkaos kaki saat ia berjalan dari toilet ke mushola setelah berwudhu. Mereka berbicara tentang batasan aurat perempuan. Sampai kemudian, setelah itu, ia berusaha berkaos kaki kemana-mana. Hingga menjadi perempuan berjilbab paling ganjil di kampungnya, karena pergi ke warung bersendal-berkaos kaki.

Ada banyak cerita lain, dan semuanya membekas. Menghidupkan bara di hati, untuk tetap berada dalam barisan orang-orang yang berusaha mengubah diri sambil mengajak orang lain. Mewakafkan diri dan hartanya, bagi perjuangan. Tekad yang di bawanya ke kampus ITB saat ia lulus, sampai ia menginjakkan kaki di bumi sakura.

Ia berharap, tekad itu tak pernah hilang. Bahkan semakin menguat membesar. Dan ia berharap, pada suatu hari nanti, mereka semua akan dipertemukanNya dalam sebaik-baik kondisi. Tanah yang dipijak tak mesti sama, tapi gelora itu hanyalah satu.

Jatuh bangun, dan perjuangan panjang masih harus ditempuhnya. Seorang teteh bahkan telah pergi mendahuluinya, setelah ujian sakit yang begitu hebat. Meninggalkan duka di hati suaminya, keluarga dan rekan-rekannya. Lengkap dengan harapan, bahwa Allah berkenan memberinya kondisi yang lebih baik.

Ya Rahman, bantu kami untuk istiqomah, untuk senantiasa bangkit dan bergerak, melepaskan diri dari jeratan dunia, syahwat dan nafsu. Hanya satu yang kami mau, pertemuan denganMu. Pertemuan yang nyata, yang menjadikan apa yang ada sekarang terlalu kecil untuk membuat kami berhenti atau menyerah kalah...

Untuk akhwat Fillah di DKM Al Furqan SMU 3 Bandung,
Jazaakumullah khair.
Saya kangen sekali. Sungguh...

Comments

lucKy said…
Turut berduka cita, meskipun saudari yang lain telah dipanggil oleh Allah SWT tapi masih ada saudari-saudari lain yang akan menjadi saudara dan sahabat di jalan Allah.. yang tabah yah.. Sesuatu yang kekal adalah yang disisi Allah.
Anonymous said…
teh ries..sy jadi inget seseorang nih..:) dkm al-furqon bener2 'ngangenin' ya..moga slalu istiqomah...
Gawtama said…
selamat ya ukhti, artikelnya jadi pemenang entry blog februari. subhanallah

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar