Skip to main content

Patah Hati

Apa yang akan menyertai perasaan saat kita jatuh cinta? Ya. Patah hati. Serupa perpisahan yang merupakan sebuah konsekuensi dari pertemuan. Seperti itulah perasaanku saat mengantar kawan dan saudaraku menikah.

Kesadaran bahwa akan ada yang berubah, kadang menjerat kita pada kesedihan yang dalam.

Aku ingat, di ulang tahunku beberapa tahun yang lalu, seorang kawan, yang sudah seperti abang sendiri, mengucapkan selamat ulang tahun. Saat aku menagih hadiah (sambil bercanda) dia bilang..."hadiahnya teteh aja, yaa..."

Aku tahu, saat itu persaanku bercampur menjadi satu. Antara haru, membayangkan dia akan menggenapkan separuh diennya, sekaligus sedih, karena akan ada hal yang berubah di antara kami. Tak lupa ia tanyakan kriteria ipar yang baik buat dia. Huwaa...mana ku tahu... kusarankan bertanya pada orang yang mengenalnya dengan lebih baik. Bukankah meski selama kami ini "rukun dan damai" ada banyak tabir yang tak kuketahui sebagai bagian dari konsekuensi hijab?

Tahu apa yang dia bawakan sebagai "hadiah ulang tahun" itu? Sahabatku sendiri! Sahabat sekaligus saudaraku. Hingga aku menangis mendengar kabar itu. Mana ipar mana saudara??? ^_^ Belum lagi ketika saudaraku itu berkata, (kira-kira, red) "Ka, ga usah ada yang berubah. Dia tetap abangmu selamanya..."

Aku tahu, ada yang kemudian berubah. Aku 'kehilangan' dua saudara sekaligus di satu sisi. Tapi di sisi lain, ternyata kemudian kutemukan, kami bersaudara dengan cara yang berbeda. Pernah kami bertiga pergi bersama ke pernikahan seorang kawan. Dan aku berlaku seperti anak mereka. Saat itu aku percaya lagi...bahwa meski caranya berbeda, ikatan antara kami bertiga tak pernah lepas, bahkan semakin kuat. Pun ketika anak mereka lahir, aku merasa menjadi tantenya, tante yang sebenarnya. Bahkan sebelum kepergianku ke Jepang ini mereka mendiskusikan dan mencari-cari siapa kira-kira orang yang tepat untuk 'menjadi partner hidupku'.

Tapi kesepian, kala satu persatu mengarungi kehidupan yang baru, tetap saja terasa. Tak semua orang sanggup untuk mempertahankan jalinan kasih yang selama ini terjalin. Waktu bersama semakin terbatas, berkurangnya perhatian dan konsentrasi, dsb. Membuat kawan-kawan kita, tak lagi milik kita.

Tak ada yang abadi memang...

Tapi Dia tak pernah membiarkan kita benar-benar sendiri. Manusia datang dan pergi silih berganti dalam hidup kita. Memberi warna pada rasa, pada jiwa, memahatkan kenangan pada ingatan. Dan membuat kita tetap memiliki harapan akan sebuah pertemuan yang lebih indah di keabadian.

Kawanku yang lain mengingatkan: tidak ada yang perlu disesali secara berlebihan. Tidak ada hak kita atas mereka. Semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Pernyataan yang tegas, dan mengingatkanku akan hakikat mahluk.

Tapi sungguh aku ingin memohon, ya Rahman...
Bila waktuku tiba, semoga tak kubuat seorangpun patah hati. Karuniakan sebanyak mungkin cinta dalam hatiku untuk menyayangi sebanyak mungkin mahlukMu, dan berikan aku kekuatan dan kesempatan untuk membuktikan, bahwa aku selalu ada untuk mereka, terutama saat mereka memerlukanku. Adik-adikku tak kan kehilangan kakaknya, kawan-kawanku tak akan kehilangan sahabatnya, dan kakak-kakakku tak kan kehilangan adiknya.

Sungguh...
mereka bukan kehilangan saudara...tapi justru saudara mereka bertambah satu...

Amin...

Comments

sarah said…
¬ moga aku adalah antara orang yang tetap bersama mu Ries.. moga ukhuwah ini berkekalan ameen.. walau siapa pun pergi dulu ;) kita sama2 belajar dan mengajar, saling melengkapi.. dan saling mendoakan..

ALlah peliharamu Ries..

~Salam Sayang dari temanmu
Faiz said…
tahniah onesan! :)
moga berkekalan hingga ke syurga.
Allahu yahfazukum.
rieska oktavia said…
jazaakumullah khair buat kalian berdoa. saya harap saya dapat jadi saudara yang baik buat kalian ^_^

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar