Skip to main content

Antara huruf dan imajinasi

Hari ini, selepas kuliah terakhir di sore hari, aku bertahan di lab. Aku berusaha mencari bahan-bahan untuk dua buah tugas akhir bulan ini. Tiba-tiba salah seorang kawan menghampiriku, mengajakku bicara. Aku sedikit terkejut dan juga senang.

Di lab di sini (Jepang), khususnya labku, anak-anaknya jarang berbicara atau mengobrol saat bekerja. Mereka biasanya 'keep silent' dan membuat suasana lab sangat hening meski setiap bangku terisi. Waktu awal-awal dulu aku masih belum terbiasa dan kondisi ini membuatku mengantuk. Biasanya saat mengantuk aku berteriak pelan,

"Somebody speak to me please..."

Hehe...ini lumayan jitu untuk membuat salah satu dari mereka 'bicara' satu dua menit sampai kantukku hilang :D Tapi sekarang aku sudah mulai terbiasa untuk 'anteng' sendiri. Jika mengantuk pun aku lebih suka menelungkupkan muka dan tidur sejenak...:D

Eh ya, kembali ke cerita semula. Kawanku itu menanyakan kabar kuliahku dan juga kesulitan yang aku alami terkait kuliah dalam bahasa Jepang. Lalu topik pembicaraan pun meluas menjadi tentang bahasa, buku, film, dan imajinasi.

Dia bilang, saat seribu orang membaca buku, maka akan tercipta seribu imajinasi yang unik untuk setiap orang. Barangkali ada yang mirip namun sulit sekali untuk menemukan yang persis sama. Berbeda halnya saat kita menonton TV atau film. Imajinasi yang tercipta hanya satu saja: Imajinasi umum. Banyaknya buku yang kita baca akan semakin mengasah daya imajinasi kita. Sebaliknya, terlalu banyak menonton TV atau film tanpa diimbangi dengan membaca, akan menumpulkannya.

Imajinasi tak hanya terkait pada kreativitas yang bersangkutan dalam melakukan banyak hal. Ia bisa juga mempengaruhi bagaimana seseorang memikirkan resiko akibat tindakan. Orang-orang yang imajinasinya kurang berkembang akan cenderung berpikir pendek dan tidak mempertimbangkan segala kemungkinan atau resiko yang akan terjadi.

Sejauh ini aku setuju...
Atau ada pendapat lain?

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar