"Maaf, ya Ka...e-mailnya belum sempat dibalas. Tahu sendiri lah...akhir-akhir ini saya sangat sibuk..." Ujarnya ketika saya menelepon seorang kawan terkait satu urusan yang sangat penting.
Saya berusaha memahaminya. Dia memang orang yang supersibuk dimana tak ada kata istirahat dalam kamusnya. Jeda adalah berhenti sejenak sebelum menuntaskan satu demi satu amanah yang dia punya. Tapi saya tak bisa memungkiri, ada rasa kecewa yang diam-diam menjalar di hati.
Dan selalu saja begitu. Saya selalu merasa 'terluka' bila saya tidak bisa mendapatkan dengan cepat respon dari orang lain. Meskipun saya belajar memahami dan memaafkan, namun luka itu membekas di alam bawah sadar, membuat saya kemudian sungkan untuk meminta hal yang serupa di kemudian harinya.
Beberapa kawan terbaik yang saya punya (beragam usia) adalah kawan dengan respon kilat. Respon kilat itu menumbuhkan kepercayaan dan eksistensi kita sebagai bagian penting dalam kehidupan yang lain. Meskipun tentu tak bisa disamaratakan, dan tak bisa menilai manusia dari sisi itu. Tapi secara bawah sadar begitulah reaksi yang kita punya atas respon orang lain kepada kita.
---
Satu hari, saat istirahat siang, seperti biasa, saya pergi ke lab. Ada dua pilihan yang biasa diambil: makan siang atau sholat dhuhur. Biasanya saya memilih yang pertama, karena sudah cukup kelaparan. Tapi saat itu saya tak begitu lapar. Jadi saya memilih untuk duduk depan komputer. Tiba-tiba saya tercenung...
Akhir-akhir ini saya sering sholat tidak di awal waktu. Biasanya karena ada kuliah atau pekerjaan2 yang memburu untuk dituntaskan, atau karena sudah sangat lapar. Tapi kali ini saya tak punya alasan, sepertinya ini gerak refleks kebiasaan yang mulai berjalan. Saya jadi belajar menunda sholat.
Tiba-tiba saya merasa malu...bagaimana kalau saya menjadi hamba yang tak lagi memiliki respon kilat untuk panggilan Khaliknya?
Segera saya menutup windows yang terbuka dan mengambil wudhu...
Komaba, Tokyo 17 Juni 2004
Saya berusaha memahaminya. Dia memang orang yang supersibuk dimana tak ada kata istirahat dalam kamusnya. Jeda adalah berhenti sejenak sebelum menuntaskan satu demi satu amanah yang dia punya. Tapi saya tak bisa memungkiri, ada rasa kecewa yang diam-diam menjalar di hati.
Dan selalu saja begitu. Saya selalu merasa 'terluka' bila saya tidak bisa mendapatkan dengan cepat respon dari orang lain. Meskipun saya belajar memahami dan memaafkan, namun luka itu membekas di alam bawah sadar, membuat saya kemudian sungkan untuk meminta hal yang serupa di kemudian harinya.
Beberapa kawan terbaik yang saya punya (beragam usia) adalah kawan dengan respon kilat. Respon kilat itu menumbuhkan kepercayaan dan eksistensi kita sebagai bagian penting dalam kehidupan yang lain. Meskipun tentu tak bisa disamaratakan, dan tak bisa menilai manusia dari sisi itu. Tapi secara bawah sadar begitulah reaksi yang kita punya atas respon orang lain kepada kita.
---
Satu hari, saat istirahat siang, seperti biasa, saya pergi ke lab. Ada dua pilihan yang biasa diambil: makan siang atau sholat dhuhur. Biasanya saya memilih yang pertama, karena sudah cukup kelaparan. Tapi saat itu saya tak begitu lapar. Jadi saya memilih untuk duduk depan komputer. Tiba-tiba saya tercenung...
Akhir-akhir ini saya sering sholat tidak di awal waktu. Biasanya karena ada kuliah atau pekerjaan2 yang memburu untuk dituntaskan, atau karena sudah sangat lapar. Tapi kali ini saya tak punya alasan, sepertinya ini gerak refleks kebiasaan yang mulai berjalan. Saya jadi belajar menunda sholat.
Tiba-tiba saya merasa malu...bagaimana kalau saya menjadi hamba yang tak lagi memiliki respon kilat untuk panggilan Khaliknya?
Segera saya menutup windows yang terbuka dan mengambil wudhu...
Komaba, Tokyo 17 Juni 2004
Comments