Skip to main content

Cuaca boleh panas, tapi...

Langit Tokyo kembali biru. Cerah. Angin bertiup perlahan saja. Subhanallah... Setelah kemarin ada taifu dimana hujan, angin kencang dan halilintar berpadu, sehari setelahnya menjadi sangat kontras. Ohya, suhu udara mulai menukik tajam. Suhu yang sempat aku amati antara 30-33C.

Cuaca panas itu membuat kita jadi selalu haus. Bagusnya aku yang seringkali lupa minum jadi terbiasa minum banyak. Banyak pemasukan, banyak pengeluaran. Tapi itu membuat ginjal sehat. Namun kita juga harus berhati-hati ada yang bilang kalau kebanyakan minum bisa berakibat mematikan juga. Lho? Iya, jika konsentrasi larutan dalam tubuh menjadi kurang dari semestinya. So...

Dua-tiga malam itu mataku selalu ingin berjaga sepanjang malam. Baru setelah aku bisa melihat matahari, aku bisa tertidur, dengan kepala yang agak pening, tentunya. Semoga saja kondisi ini tak berlangsung lama. Tapi kalau ini terjadi lagi maka aku harus mengubah jadwal pertapaan yang ada. Geli rasanya membayangkan diri ini bertapa menjadi orang sakti...

Ohya, aku baru menyadari ternyata prosesi gatal pada cacar air itu terjadi saat proses pengeringan. Subhanallah...harus kuat iman dan mental. ^_^

Hem...janji untuk tidak mengeluhi musim panas itu harus ditepati. Banyak hal yang bisa disyukuri. Cucian yang cepat kering, rajin minum dan mandi ;), dan...ah ya...langit biru... Itu lukisan yang paling aku suka. Di musim gugur atau dingin saat aku pertama kali menginjakkan kaki di bumi Tokyo ini, aku mencari-cari langit biru, karena segalanya serba putih saja... Sekarang, hem...^_^

---
'Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat Kami berikan pula pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada oran-orang yang bersyukur.'(QS 3:145)

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar