Skip to main content

Membuat Luka Menjadi Bara (2)

Barangkali ada, tapi manusia dengan cinta tanpa syarat itu
adalah manusia langka. Amat langka.


Rara
Pagi yang cerah. Ra selalu menyukai langit. Apalagi langit Tokyo akhir-akhir ini. Biru cantik. Menyusupkan rasa damai dalam hatinya.

"Ohayo..."

"Hey...ohayo..." Ra menoleh, rupanya Natsue.

Dia menjejeri langkah Ra. "Doko iku? Kenyusitsu?"

"Haik, sou desu. Zemino junbi nandesuga..."

Dia tersenyum, "Aa.. Eeto...chotto...shukudo ikundeskedo. Jya...ne..." Dia pun melesat pergi, mengambil belokan di sebelah kanan.

Ra melanjutkan langkahnya. Pikirannya masih menuju gadis yang baru ditemuinya barusan. Natsue ini gadis Jepang, anak S1 yang tinggi dan manis. Dia pandai bermain piano. Mulai April ini dia menjadi kawannya se-lab. Ra ingat, betapa ia sangat bersyukur saat bertemu gadis ini pertama kali.

Waktu itu, semester yang lalu saat ia menjadi research student di labnya, dia ikut salah satu kuliah yang diberikan senseinya. Kelas itu diikuti anak-anak tingkat 3 S1. Dia diminta senseinya untuk mengikuti kuliah dan praktikum agar bisa beradaptasi dengan suasana perkuliahan di kampusnya. Setiap selesai kuliah dia harus membuat laporan terkait dengan perkuliahan. Kuliahnya sendiri diadakan dalam bahasa Jepang dan dia lebih sering mengantuk daripada mengerti. Untungnya sensei sangat mengerti dan meminjamkannya banyak buku yang membantunya memahami materi kuliah dan membuat laporan.

Satu hari mereka mengadakan eksperimen. Temanya adalah merancang kursi pilot. Tentu saja ditinjau dari sisi ergonomis sesuai dengan materi kuliah. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran tinggi duduk, lebar duduk, jangkauan tangan, dsb. Awalnya Ra merasa sangat khawatir karena yang ia tahu dialah satu-satunya mahasiswi di kelas itu, sementara limapuluh orang sisanya adalah mahasiswa.

Namun tak dinyana, tutornya membawa Natsue ke hadapannya, dan ia mengatakan kalau mereka berdua akan berpasangan untuk pengukuran kali itu. Tak terbayangkan betapa bahagianya Ra saat itu.

Tak terasa, Ra sudah sampai di labnya yang terletak di lantai 7 gedung itu. Di ruangan itu ditemukannya Ikeno, tutornya yang sedang sibuk dengan data statistiknya, dan Mayumi-sekretaris lab.

Setelah menyapa mereka semua, dia segera memulai pekerjaannya. Dia harus mempersiapkan bahan untuk zemi lab sore ini. Hari ini giliran dia yang presentasi. Fotokopi paper dan handout segera disiapkannya. Dia juga segera melesat menemui senseinya untuk menyerahkan fotokopi paper lebih awal.

"Sumimasen, Sensei...This is the paper that I will talk about." Ujarnya setelah tiba di hadapan sensei.

"Oh yeah..you have to present it this afternoon, haven't you?"

"Yes. And I also want to present it with powerpoint. Is that OK?"

"Sure, they will prepare the projector for you."

"Ok, thank you."

Lalu mereka berdua pun kembali pada aktivitasnya masing-masing, hingga bertemu saat Zemi di sore harinya.

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R