Sebenarnya saya masih menunggu inspirasi untuk melanjutkan tulisan ini. Namun semakin ditunda biasanya malah semakin lupa, letupan apa yang dahulu membuat tulisan ini dibuat. Jadi rasanya lebih baik dilanjutkan saja sekarang. Membiarkan jari ini menekan keyboards dan mentransformasikan pikiran menjadi kata-kata.
---
Kembali ke perenungan semula... Karena cinta itu tak bisa direkayasa apalagi ditolak, maka yang paling mungkin bagi kita adalah mengendalikannya dan mengontrolnya dengan akal kita.
Mengontrol bagaimana sih?
Pertama, mengontrolnya menjadi cinta karena Allah.
Turunannya banyak. Saya menyukai artikel tentang ini di blog lain, yaitu http://ghuroba.blogspot.com judulnya "Hakekat Ukhuwah Kita" berupa tulisan berseri. Saya juga sempat menulis sebuah tulisan pendek sebagai tanggapan (baca "Kadar Cinta").
Melandaskan cinta atas dasar cinta kepada Allah akan membuat kita:
1. Mencintai Allah di atas segalanya
2. Mencintai ada yang dicintai Allah beserta turunannya
Barangkali perkara yang pertama telah banyak dibahas dalam tema Mahabatullah. Kita perlu memelajarinya berulang-ulang agar senantiasa mampu memperbaharui dan menambah mhabbah kita kepada Allah.
Bagian yang kedua yang ingin saya bahas lebih lanjut. Bagaimana kemudian kita mengisi seluruh rongga hati kita dengan cinta yang tak terbatas untuk segala hal bernama kebajikan dan beragam manusia ataupun ciptaan-ciptaanNya yang lain.
Dalam interaksi dengan sesama manusia, ada bingkai ukhuwah islamiyah. Pada masanya, ketika Allah mengkaruniakan rasa cinta dalam dada kita, maka akan sangat mudah, insya Allah bagi kita untuk mengamalkan nilai-nilai ukhuwah. Bukan sebuah perkara yang sulit bagi kita untuk berbagi dengan orang tersebut, berkorban untuknya, atau mendahulukan kepentingannya.
Namun ada masa ternyata kita menemukan masalah. Hati yang kering, rasa yang hambar, dan ketidakmampuan untuk mencintai. Seperti kita tahu bahwa cinta itu terbangun atas dua hal. Rasa yang mendalam dan prilaku yang membuktikannya. Satu saja tak bisa dipenuhi, maka cacatlah cinta yang kita miliki.
Saat itu terjadi, maka tak ada jalan lain kecuali belajar untuk menumbuhkannya. Misalnya saat kita menemukan seorang mad'u yang perasaan kita padanya catar-datar saja. Bahkan terkadang agak sebal. Tingkah lakunya terlalu berlebihan sehingga nyaris tak ada sisi yang membuat kita bisa jatuh sayang. Maka berusaha menemukan sisi terbaik dalam diri dia dan belajar mengasihinya. Manusia bukanlah setan yang seluruh sisi dalam kehidupannya begitu hitam, selalu ada sisi kebaikan dalam diri seseorang yang bisa membantu kita untuk menumbuhkan cinta kepadanya.
Seorang kawan senior menyatakan bahwa mencintai itu adalah
1. Menerima kekurangan dan berusaha memperbaikinya
2. Memaafkan
3. Menghormati
4. Bersikap baik, membantu, dsb
5. Menjaga rahasia
Jadi...mari belajar mencintai..
Komaba-Tokyo, 23 Juni 2004
(saat hati ini merasa begitu banyak orang yang mencintai,
padahal diri ini masih saja gagal mencintai...)
Ya Rahman...
satukanlah hati-hati ini dalam cinta dan taat kepadaMu...
---
Kembali ke perenungan semula... Karena cinta itu tak bisa direkayasa apalagi ditolak, maka yang paling mungkin bagi kita adalah mengendalikannya dan mengontrolnya dengan akal kita.
Mengontrol bagaimana sih?
Pertama, mengontrolnya menjadi cinta karena Allah.
Turunannya banyak. Saya menyukai artikel tentang ini di blog lain, yaitu http://ghuroba.blogspot.com judulnya "Hakekat Ukhuwah Kita" berupa tulisan berseri. Saya juga sempat menulis sebuah tulisan pendek sebagai tanggapan (baca "Kadar Cinta").
Melandaskan cinta atas dasar cinta kepada Allah akan membuat kita:
1. Mencintai Allah di atas segalanya
2. Mencintai ada yang dicintai Allah beserta turunannya
Barangkali perkara yang pertama telah banyak dibahas dalam tema Mahabatullah. Kita perlu memelajarinya berulang-ulang agar senantiasa mampu memperbaharui dan menambah mhabbah kita kepada Allah.
Bagian yang kedua yang ingin saya bahas lebih lanjut. Bagaimana kemudian kita mengisi seluruh rongga hati kita dengan cinta yang tak terbatas untuk segala hal bernama kebajikan dan beragam manusia ataupun ciptaan-ciptaanNya yang lain.
Dalam interaksi dengan sesama manusia, ada bingkai ukhuwah islamiyah. Pada masanya, ketika Allah mengkaruniakan rasa cinta dalam dada kita, maka akan sangat mudah, insya Allah bagi kita untuk mengamalkan nilai-nilai ukhuwah. Bukan sebuah perkara yang sulit bagi kita untuk berbagi dengan orang tersebut, berkorban untuknya, atau mendahulukan kepentingannya.
Namun ada masa ternyata kita menemukan masalah. Hati yang kering, rasa yang hambar, dan ketidakmampuan untuk mencintai. Seperti kita tahu bahwa cinta itu terbangun atas dua hal. Rasa yang mendalam dan prilaku yang membuktikannya. Satu saja tak bisa dipenuhi, maka cacatlah cinta yang kita miliki.
Saat itu terjadi, maka tak ada jalan lain kecuali belajar untuk menumbuhkannya. Misalnya saat kita menemukan seorang mad'u yang perasaan kita padanya catar-datar saja. Bahkan terkadang agak sebal. Tingkah lakunya terlalu berlebihan sehingga nyaris tak ada sisi yang membuat kita bisa jatuh sayang. Maka berusaha menemukan sisi terbaik dalam diri dia dan belajar mengasihinya. Manusia bukanlah setan yang seluruh sisi dalam kehidupannya begitu hitam, selalu ada sisi kebaikan dalam diri seseorang yang bisa membantu kita untuk menumbuhkan cinta kepadanya.
Seorang kawan senior menyatakan bahwa mencintai itu adalah
1. Menerima kekurangan dan berusaha memperbaikinya
2. Memaafkan
3. Menghormati
4. Bersikap baik, membantu, dsb
5. Menjaga rahasia
Jadi...mari belajar mencintai..
Komaba-Tokyo, 23 Juni 2004
(saat hati ini merasa begitu banyak orang yang mencintai,
padahal diri ini masih saja gagal mencintai...)
Ya Rahman...
satukanlah hati-hati ini dalam cinta dan taat kepadaMu...
Comments